Nama Istana Tampak Siring sangat lekat dalam kehidupan saya. Dulu semasa kecil, saya selalu diajak ayah jalan-jalan ke banyak tempat, salah satunya ke Tampak Siring. Kebetulan pakdhe sempat beberapa tahun kerja di Bali. Jadi ini memungkinkan sekeluarga besar saya, jauh-jauh dari Lampung berlibur ke rumah pakdhe di Denpasar.
Tapi itu dulu. Entah kenapa, kemaren saya tiba-tiba saja ingin datang ke tempat ini. Barangkali untuk mengenang masa lalu 😉

Istana Tampak Siring itu ngetop karena selalu di embel-embeli dengan kata Presiden Soekarno. Kemaren pas saya ke Tampak Siring, saya menemukan Museum Dr. Ir. Soekarno yang baru dibangun tahun 2010 yang lalu. Bahkan jalan raya sepanjang 8 km di depan museum sekarang berubah nama menjadi Jalan Soekarno.
Memang tidak bisa dipungkiri, Soekarno berdarah biru karena ibunya seorang Ida Ayu. Jadi ga usah heran, kalo Bali jadi salah satu basis setia pendukung keluarga besar Soekarno.


Istana Tampak Siring merupakan satu-satunya istana Kepresidenan yang dibangun setelah Indonesia merdeka yaitu sekitar tahun 1957 – tahun 1960. Ini juga satu-satunya istana yang dibangun oleh putra Indonesia asli, bernama R.M Soedarsono.
Menurut informasi, ada banyak tamu-tamu negara yang pernah dijamu di Istana Kepresidenan Tampaksiring, antara lain Presiden Ne Win dari Birma (sekarang Myanmar); Presiden Tito dari Yugoslavia, Presiden Ho Chi Minh dari Vietnam, Perdana Menteri Nehru dari India, Perdana Menteri Khruschev dari Uni Soviet, Ratu Juliana dari Belanda dan Kaisar Hirohito dari Jepang.

Di era Presiden Megawati, Gedung Konferensi dibangun untuk menggelar KTT Asean ke-15, tahun 2003. Di era Presiden SBY, pada 7 Desember 2010, bangunan di samping Wisma Negara ini disulap jadi arena nonton bareng Piala AFF 2010: Indonesia vs Thailand.
Sayangnya, Istana Tampak Siring sekarang menjadi areal tertutup. Kata beberapa orang yang saya temui, sejak bom bali memang Keluarga Soekarno menginginkan tempat ini hanya dibuka untuk moment-moment besar tertentu saja. Jadi kita tidak bisa masuk ke dalam untuk mengambil foto secara bebas kayak dulu, kecuali telah mendapatkan ijin khusus dari pihak keluarga.
Padahal saya inget banget, dulu kami bisa masuk secara leluasa ke Ruang Tidur, Ruang Kerja dan Ruang Keluarga di dalam Istana Tampak Siring ini. Tentu saja, selera Bung Karno yang tinggi membuat perabotan di dalam istana tampak unik dan keren, apalagi ditambah beberapa koleksi lukisan pribadi dari Bung Karno, membuat acara masuk Istana jadi salah satu cara kita “dekat” dengan Bung Karno.

Melihat “penutupan” Istana Tampak Siring ini, membuat saya merasa menjadi orang yang beruntung karena sudah pernah masuk ke dalam Istana.
Mudah-mudahan saja koleksi photo saya pas di istana ini masih aman terjaga di rumah saya di Lampung. Semoga! 😉
–Selamat Jalan-Jalan–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak