Dari Tanah Lot saya menuju utara, niatnya saya mau mblusukkan ke Taman Ayun di Mengwi, tapi ternyata saya nyasar. Nyehehe! tau ga nyasar kemana? saya nyasar ke Luwus, itu lho pusat Joger, yah kira-kira hampir 5km dari Taman Ayun ke arah utara. Wuiiiihhhh!
Setelah dipikir-pikir, aduhhh males banget yaks kudu balik ke kawasan lokasi Taman Ayun. Hasil dari tanya-tanya ke beberapa lokal, kalo perjalanan dilanjutkan ke utara, 30 menit lagi nyampe Bedugul.

Weitttssss, ngemeng-ngemeng Bedugul itu apa tho mbak? *blush* Nyeeeh, sambil ketawa, mbak-mbak warga lokal yang saya tanya menjelaskan kalo Bedugul itu nama sebuah desa.

Di Bedugul ada banyak yang bisa di kunjungi. Kalo mbak yang saya tanya sich menyarankan buat jalan-jalan ke Kebon Raya yang ada di sana. Tapi berhubung hari sudah sore dan agak gerimis, saya putuskan hanya mengunjungi Pura Ulun Danu di Danau Beratan. Danau Beratan ini danau terbesar kedua di Bali setelah Danau Batur.

Kalo melihat dari penampakan Bedugul sich kayaknya Danau Beratan ini dulunya adalah kawah purba yang kemudian terisi air dan menjadi danau. Suasana yang dingin semacam Kaliurang membuat daerah ini terasa dingin, apalagi pas saya datang, hujan sedang deras derasnya, brrrr!
Hampir di sepanjang jalan yang saya lalui berisi rumah makan yang menawarkan menu yang umumnya ada di daerah dingin, misal sate kelinci. Nyeeehh! kayak Kaliurang dan Tawanngmangu ajah 😉
Di samping Pura Ulun Danu, kita bisa ikut wisata air Danau Beratan. Di sini kita bisa sewa kendaraan air, seperti perahu dayung, perahu mesin sampe motor boat.
Bagi para ibu-ibu, bisa kok belanja buah-buah segar di Pasar Candikuning. Bedugul dikenal maniak soal produksi buah. Apapun yang anda cari, semua tersedia. Pasar ini mengingatkan saya pada kota Malang yang dingin.
Tiket masuk ke Pura Ulun Danu sebesar 10ribu per orang. Hujan deras tidak menyurutkan langkah untuk masuk pura. Ya iyalah. Udah jauh jauh datang ke sini kok nyerah. Iya kan? Mau tau jarak pura ini dari Kuta tempat saya menginap, 70 km! *wew*

Saya ga seberapa lama di pura ini, mungkin hanya sekitar 2jam-an. Saya inget sekali, air di pura tingginya di atas lutut saya. Ndilalahnya, lagi asyik menikmati pemandangan pura ini, tiba-tiba saja dihampiri oleh 3 laki-laki bertustel DSLR dan bertanya, “mbak, pemandu wisata ya?” *jleb* emang tampang saya, tampang pemandu wisata yaks? Nyahaha!
Setelah ngobrol ngalor ngidul, ternyata 3 laki-laki tersebut adalah wartawan Tribun Bali. Menurut cerita mereka, sudah beberapa hari di daerah Bedugul hujan turun terus menerus, bahkan air danau sampai meluap.


Agak serem juga sich pas kemaren disana. Selain tinggi air yang tinggi, batas antara air danau dengan air yang ada di pura tidak lagi terlihat.
Menariknya, saya bertemu dengan beberapa warga lokal yang asyik memancing di pinggir danau dekat Pura Ulun Danu. Wah asyyikkk banget nich! Kapan-kapan bolehlah saya datang ke sini bawa seperangkat alat memancing, ada yang mau ikut? 😉
–Selamat Jalan-Jalan–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak