Dari Candi Gunung Kawi, saya melaju ke utara, menuju Pura Tirta Empul. Jaraknya ga jauh, cuma 1 km ke utara dari Candi Gunung Kawi.


Kebetulan pas saya datang, Pura Tirta Empul ramai dengan pengunjung yang rata-rata anak-anak SMA yang sedang studi tour. Untuk masuk ke Pura Tirta Empul ini, saya cukup membayar 15ribu per orang.


Pura Tirta Empul tepat bersebelahan dengan Istana Presiden Soekarno di Tampak Siring. Saya sendiri sudah beberapa kali ke Istana Tampak Siring sewaktu kecil. Sayangnya istana ini ditutup sejak bom bali. Hanya orang tertentu yang sudah mendapatkan ijin yang diperkenankan masuk.
Di dalam Pura Tirta Empul terdapat sumber air yang hingga kini dipercayai sebagai air suci untuk melukat oleh masyarakat Bali.



Penamaan Pura Tirta Empul terkait dengan cerita rakyat tentang Mayadenawa. Mayadenawa ini raja yang sangat sakti tetapi jahat. Nah, karena terlalu sewenang-wenang, maka Bhatara Guru mengirim Bhatara Indra dari Indraloka untuk membunuh Mayadenawa.
Tau diserang oleh seorang Bhatara Indra, Mayadenawa melarikan diri dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya agar tidak terdengar oleh Bhatara Indra. Itu sebabnya hutan yang dia lewati hingga kini bernama Tampak Siring. Nyeeehhh! unik banget yaks 😉
Mayadenawa yang kejam kemudian meracuni sumber air di daerah sana sehingga pasukan Bhatara Indra banyak yang mati karena meminum air beracun (pancuran cetik, cetik=racun). Bhatara Indra lalu menancapkan sebuah bendera ke tanah dan tersembur air yang dijadikan penangkal racun Mayadenawa. Konon sumber air itulah yang kini disebut Tirta Empul (air suci). Air Suci ini yang kemudian digunakan untuk memerciki para prajurit, sehingga kembali hidup.


Aliran air dari Pura Tirta Empul ini juga yang mengalir ke arah Candi Gunung Kawi dan mengalir ke Sungai Pakerisan.
Sampai hari ini mandi di Pura Tirta Empul masih dipercaya sebagai salah satu cara untuk menyucikan diri baik dari penyakit maupun dari sumpah ataupun dari dosa. Apalagi menjelang perayaan Hari Nyepi seperti saat saya datang, di pura ini penuh dengan masyarakat Bali yang datang untuk beribadah sekaligus menyucikan diri.



Menarik ya, mirip kayak orang Islam yang punya budaya padusan menjelang bulan puasa. Wahhh sesama orang Indonesia, meski beda suku dan agama, tapi ternyata punya ritual yang ga jauh beda ya? 😉
–Selamat Jalan-Jalan–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak