Kemarin, pulang dari jalan-jalan ke MGM, saya dan teman-teman mampir ke Jejamuran untuk makan siang. Sebenarnya tidak bisa didefinisikan sebagai makan siang, karena kami sampai Jejamuran jam 16.00 WIB. But, it’s okey-lah, toh lapar menambah taste makanan menjadi uenaaak sekali!Jejamuran adalah salah satu restoran yang sedang naik daun di Jogja, khususnya di Sleman. Jejamuran terletak di daerah Niron, Pandowoharjo. Untuk menuju tempat ini, bisa lewat jalan Magelang ataupun jalan Palagan.
Jejamuran hanya 5 menit dari kantor saya. Jadi hampir tiap makan siang, banyak sekali pegawai kantor saya makan di sini. Restoran ini hampir tidak pernah terlihat sepi. Bagaimana saya tahu? ya karena hampir tiap hari, saya berangkat dan pulang kantor-kost selalu lewat depan Jejamuran.
Meskipun jamur bukanlah makanan khas Jogja, tapi taste tiap menu makanannya lebih toleran untuk lidah luar Jawa seperti saya, dibandingkan makanan Jogja yang umumnya manis. Untungnya hampir semua teman saya tidak ada yang alergi jamur. Jadi biasanya jika teman-teman atau saudara saya datang dari luar Jogja, selalu saya ajak makan di Jejamuran.
Saat ini, Jejamuran menjadi salah satu “culinare destination” untuk pariwisata Jogja. Jadi jika Anda mampir ke Jogja, belum lengkap rasanya tanpa mencoba beberapa menu makanan di Jejamuran! Jejamuran menjadi pilihan resto bagi para vegetarian, budishme, dan yang terutama para sesepuh yang kudu mengontrol makanannya.

Dulu, pertama kali saya makan di Jejamuran. Menu makanannya belum sebanyak sekarang. Bahkan restorannnyapun belum sebesar saat ini. Teman kantor saya bahkan sempat bercerita, kalo dulu diawal usahanya, oleh pemiliknya jamur-jamur ini dijajakan dengan bersepeda keliling kampung. Bahkan untuk mengenalkan rasa pada pembeli, terkadang kita diperbolehkan mencicipi makanan dengan gratis!
Setelah mempunyai beberapa pembeli, barulah usaha jamur tersebut tidak lagi dijajakan keliling, tapi dijual di depan rumah, hingga menjadi sebesar sekarang. Pembibitan jamur yang sekarang bisa kita lihat secara langsung, itupun hal baru. Seingat saya, dulu belum ada. Mungkin dipajang sebagai upaya mengenalkan pada pembeli tentang berbagai hal pengetahuan tentang pembibitan jamur.



Nah, salutnya pada usaha Jejamuran ini adalah dia mempopulerkan jamur sebagai home industri, sebutannya kampung jamur (bisa jadi tambahan income buat desa nich!). Bahkan sekarang bermuculan beberapa warung makan di Jogja yang menjadikan jamur sebagai menu utama andalan resto mereka.
Ada beberapa menu istimewa disini: sate jamur, tongseng jamur, rendang jamur, asam manis jamur portabella/tiram/shiitake, pepes jamur, jamur bakar pedas, sup jamur kuah bening, sup krim jamur, tumis jamur lombok ijo, gudeg jamur, tom yum jamur, jamur goreng, salad buah, dadar jamur, dan masih banyak lagi.
Untuk minumannya, yang paling spesial adalah wedang jejamuran. Meskipun begitu, setiap saya ke sini, saya selalu pesan carica squash, mantab!





Jika saya disuruh berkomentar tentang Jejamuran, apa bedanya antara dulu dan sekarang? Jawabannya mudah, tambah mahal dan porsi makanannya tambah sedikit. Selain itu, jempol pokoknya!



Selamat makaaannn!
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
ahh, minginiiiiiiiiiiiii……
iya ik, keknya semenjak di “maknyus”kan oleh Pak Bondan tempat ini jadi makin fave ajahh…..
eh betewe, Itu si Chandra ngapain pegang garpu pake akting gigi segalaa… 😛
ehem.. mba pipit ki suka banget foto yang itu dipajang. -___-” *pencitraan
cool picture!
menu-menu semacam ini saya belum nemu di jakarta raya. menyebalkan. btw minuman sarsaparilanya kok ndak diriviu? unik lho rasanya. bentuk botolnya juga. itu juga ndak ada di jakarta. huh.
kalo dibuka cabang ditempat lain, barangkali ada ketakutan “taste” akan berubah. Lagipula tempat makan kayak jejamuran ini udah banyak kok duplikatnya di Jogja, hanya saja mereka ga se-ngetop dan se-rame Jejamuran ;D
Apa sich istimewanya sarparila?
salah kalo dikira minuman kayak gini di anggap baru. Minum kayak gini udah ada jauh sebelum kita lahir. Di lampung, di kampung ku sana, minuman kayak gini disebut dengan coca cola ala wong ndeso. Soale terlihat kayak coca cola tapi setelah di minum rasane beda 😉 Minuman kayak gini banyak dijual di warung2 kecil di kampung.
Bukan hanya di Lampung, pas jaman enom aku mblusukkan di Jombang (dirumah simbah ku) minuman kayak gini banyak kok mas.
Nah, kalo di Jogja, minuman kayak gini udah lama di jual. Misal di warung bakso/ mie ayam sekitar jakal (hotel ishiro) banyak nich warung bakso jual sarparila. Hanya saja, gara2 populer di jual di jejamuran, sarparila jadi mahalllll sekarang!
begitulah mas fani 😉 semoga anda beruntung menemukan minuman ini di Jakarta ;D