Hari Ketiga, Rabu, 18 Mei 2011
Waktu itu sebenarnya kami kekurangan jam tidur setelah semalam panik gara-gara ada salah satu toko yang kebakaran. Meski begitu sekitar jam 10.30 kami sudah siap bergabung dengan trip glass bottom boat. Pesertanya sekitar 60 orang (dan nampaknya cuma saya dan ketiga teman saya yang bukan bule -benar-benar menjadi turis di negeri sendiri-). Peserta dibagi dalam 3 kelompok, 3 boat.

Selama mengikuti rute, kami mengunjungi beberapa lokasi blue coral, bahkan di beberapa tempat kami dapat menyaksikan secara langsung kura-kura dengan santainya berenang di bawah kami. Terumbu karang dan serombongan ikan berwarna warni di laut yang begitu jernih memang begitu mengagumkan. Peserta di beri kesempatan untuk snorkeling sekitar 20 menit di tiap titik. Kabarnya, di perairan gili juga terdapat shark point. Sayangnya kami tidak dapat mengikuti keseluruhan trip. Karena tujuan akhir kami memang berhenti di Gili Air.

Sekitar jam 13.00 trip glass bottom boat sampai di Gili Air. Kami istirahat sekitar 2 jam di gili ini. Makan siang dan istirahat, sambil menunggu kondisi seorang teman yang mabuk laut lebih stabil karena kami mesti bersiap-siap lagi menyebrang langsung ke Pelabuhan Bangsal.
Setelah membeli tiket public boat seharga Rp 9.000,- per orang, kami harus menunggu quota tercukupi baru public boat-nya mau menyebrangkan kami. Quota-nya 20 orang, padahal yang membeli tiket baru kami berempat ditambah seorang bapak di belakang saya. Duh!
Waktu itu hari sudah sore. Mendung dan ombak lumayan besar. Akhirnya, public boat-nya penuh juga. Kami berebutan buru-buru naik untuk mendapatkan tempat duduk. Dan memang, tidak berapa lama hujan turun. Muatan penuh orang dan barang. Kapal yang bergoyang cukup keras membuat teman saya mabuk laut (lagi).
Saya sarankan, jika tidak terbiasa naik kapal kecil. Lebih baik memilih penyebrangan paling pagi. Pagi hari ombak tidak terlalu besar dan pada umumnya cuaca cerah dibandingkan penyebrangan sore hari.
Dari Pelabuhan Bangsal kami menuju Cakra melewati Hutan Pusuk yang terkenal dengan monyet-monyet yang jinak di sepanjang jalan. Sayangnya, hari itu hujan turun dengan deras. Jadi kami tidak bisa turun memberi makan monyet-monyet. Apalagi mengabadikan view ketiga gili yang terlihat dengan jelas dari atas Hutan Pusuk, jika langit sedang cerah.
Pusuk yang berarti puncak ini merupakan bagian kawasan Hutan Rinjani. Kebanyakan turis singgah sejenak di Pusuk sebelum menuju objek wisata lainnya di Lombok Utara. Umumnya, mereka turun dan memberi makan monyet-monyet yang nongkrong di pinggir jalan. Ada yang memberi kacang rebus, jagung rebus, pisang, bahkan roti.
Sesampai di Cakra, kami langsung menuju ke penginapan Wisma Nusantara II. Meskipun tidak high session, tapi termasuk sulit mendapat kamar di sini, itu karena sedang ada “Balapan Motor” di Mataram, sehingga semua kamar habis di-booking. Dengan sedikit memaksa, saya beralasan bahwa teman saya sedang sakit dan butuh kamar detik itu juga. Alhasil, kami langsung mendapat dua kamar bersih. Setelah itupun kami langsung beristirahat.
Wisma Nusantara II beralamat di Jalan Beo No.10-12 Cakranegara. Dari Mataram Mall bagian depan bisa berjalan kaki 250-an meter ke arah timur menyusuri Jalan Pejanggik, lalu belok kiri dan berjalan 50 meter dari perempatan seberang Ruby Supermarket. Fasilitas: Double bed non-AC seharga Rp 50.000,-, ceiling fan, welcome drink, meja, dan lemari. Kamar ber-AC seharga Rp 85.000,-. tempat tidur dan kamar mandinya amat bersih. tidak ada air panas. di teras depan kamar juga tersedia dua buah kursi dan sebuah meja bambu untuk bersantai.
Setelah maghrib, perut kami menuntut untuk segera di isi. Cakra adalah sebuah kawasan sebagai pusat perdagangan teramai di Lombok. Banyak terdapat rumah makan dan hotel melati di sini. Pada malam hari, kawasan ini ramai oleh warung tenda. Jadi tinggal di daerah Cakra sangat menyenangkan. Selain itu, ini kawasan yang sangat strategis. penginapan kami dekat dengan Pasar lokal, Pasar Burung, Rumah Sakit, Bank, Mataram Mall, dan toko-toko yang menjual oleh-oleh khas Lombok. Sehingga apapun tersedia.
Malam itu kami mencoba menu ayam taliwang di Rumah Makan Taliwang Jalan A.A. Gde Ngurah 26 Cakranegara, dekat Gapura Pasar Cakra. Alasannya sih simple, Pak Bondan “Wisata Kuliner” pernah meliput rumah makan ini. (dan kata teman kuliah saya yang penduduk lokal, Rumah Makan ini yang tertua di Cakra). Jadi, sah ajah saya memaksa teman-teman makan di sini. Huehehe!

Dinamakan ayam taliwang karena warung yang pertama kali jualan menu ini terdapat di Kampung Taliwang, Cakranegara. Sebagian besar penduduk kampong ini berasal dari Kecamatan Taliwang, Sumbawa Barat. Ciri khas Ayam Taliwang adalah jenis ayam dan bumbunya. Jenis ayam adalah ayam kampong yang masih muda. Bumbunya dinamakan pelalah yang tidak terlalu pedas. Namun, bumbu sambal yang lebih pedas selalu disertakan dalam paket makanan.
(to be continued…)
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak