Ayam Taliwang


Apa yg bisa saya ceritakan tentang Ayam Taliwang?

Jika ada pertanyaan demikian, apa yang akan saya tulis? Saya akan bercerita tentang kisah-kisah beberapa tahun lalu ketika saya pertama kali menginjak kaki di Pulau Lombok. Waktu itu, bandara masih di Selaparang.

Saya ingat Cakranegara. Pasar-pasarnya dan Pura yg cantik di tengah kota. Saya ingat rumah makan ayam taliwang yg tertua dan terkenal di salah satu sudut pasar.

Saya mengingat Pulau Lombok dalam sayur ares dan sambel beberok.

Saya tidak akan lupa tentang Bebalungan, Jalan Udayana di malam hari, keramaian nasi campur di Rembiga, Mie Ayam yg enak di Ampenan, dan halooow apakah disana masih menyajikan Es Mega Mendung yg dahsyat itu?

Saya mengenang Lombok dalam Gado-gado Suranadi, berbotol-botol air mineral Narmada, air awet muda, dan Sate Lingsar.

Saya tidak akan lupa Kota Mataram yg menyajikan agar-agar kering, tahu yg super dahsyat, terasi yg khas dan desa sayang-sayang.

Jika semua orang mengingat Lombok hanya dengan Gili dan plencing. Saya mengingat lombok dengan kenangan di tiap sudutnya.

Kesasar di Benang Kelambu. Ban kempes di Senggigi. Mblusukkan di hutan Pusuk, Loang Baloq dan kebakaran di gili.

Di tahun-tahun berikutnya, saya masih ke Lombok. Tapi yang pertama kali, tetap tak terlupakan.

Rasanya kok saya rindu menjadi muda dan gila. Saya rindu teman-teman saya yg dulu bahagia, tapi sekarang bahkan tak punya waktu luang untuk diri sendiri.

Saya rindu sudut pandang kita saat berlibur. Rindu obrolan-obrolan kita di kala pagi dan sebelum tidur. Rindu pada ayam taliwang yg kita makan bersama di Pasar Cakra.

View on Path

Advertisement