Ini cerita lucu. Saya berulangkali mblusukkan ke daerah Kalasan, tapi entah kenapa selalu nyasar jika mencari lokasi Candi Sambisari. Inilah satu-satunya candi yang membuat saya berulangkali tersesat.
Tentu saja, trip kali ini, saya pun diawali tersesat. Berhubung saya dah niat banget buat menemukan lokasi Candi Sambisari, maka saya pun tak jera berulangkali bertanya pada warga local. Jalan yang ditunjukkan beberapa warga memang tidak melewati jalan yang semestinya dilewati pengunjung. Saya mblusukkan dari kampung ke kampung, bahkan sempat memutar karena ternyata ada warga kampung yang ke-sripah-an. Di akhir trip, setelah keluar dari lokasi Candi Sambisari, saya baru bisa berkata, “owalahhh lewat sini tho? Kalo jalan ini sih, saya dah tau dari dulu”. Huehehe. Dasar dudulz yaks? 😉

Secara administrative, Candi Sambisari terletak di Desa Sambisari, Purwomartani, Kalasan. Dari warga sekitar, saya dapat info kalo kabarnya candi ini ditemukan oleh seorang petani yang sedang mencangkul sawahnya. Penemuan pertama tersebut terjadi di tahun 1966, sejak itu pemerintah melakukan penggalian dan menemukan Candi Sambisari.

Candi Sambisari ditemukan dalam kondisi terpendam lapisan lahar Gunung Merapi setebal 6,5 meter. Ini membuktikan di masa lampau, letusan Gunung Merapi begitu dahsyat, bahkan laharnya mampu mencapai daerah Purwomartani Kalasan. Para ahli pun memperkirakan jika di daerah yang lebih utara lagi, masih banyak candi yang sampai saat ini masih terpendam di dalam tanah akibat erupsi Gunung Merapi. Sayangnya minimalnya teknologi dan kurangnya biaya, membatasi keseluruhan kerja para arkeolog untuk menemukan semua candi bukti peninggalan masa lampau di daerah Yogyakarta.
Pola pembagian halaman Candi Sambisari secara keseluruhan mirip dengan Candi Prambanan, namun dalam bentuk yang lebih sederhana. Hal ini disebabkan Candi Sambisari merupakan candi tingkat watak, sedangkan Candi Prambanan merupakan candi tingkat kerajaan.




Kompleks Candi Sambisari terdiri atas candi utama dan 3 buah candi perwara di depannya. Halaman pertama yang berukuran 50m x 48m, dikelilingi pagar dari batu putih. Candi utama berukuran 13,65m x 13,65m dan tinggi 7,5m terdiri atas bagian alas (kaki), tubuh dan atap. Arah hadapnya ke barat dan memiliki satu bilik.
Ketiga candi perwara saat ini tinggal bagian kaki, tanpa tubuh dan atap, masing-masing berukuran 4,80m x 4,80m, 4,90m x 4,80m, 4,80m x 4,80m.

Di dalam bilik candi utama terdapat lingga-yoni dengan cerat yoni menghadap ke arah utara. Bilik candi juga mempunyai beberapa relung yang berisi arca. Relung utara berisi arca Durga, relung timur berisi arca Ganesha, dan relung selatan berisi arca Agastya. Di kanan-kiri pintu masuk juga terdapat relung, tetapi arcanya sudah hilang.



Di luar tubuh candi terdapat jalan (selasar) yang mengelilingi tubuh candi yang dibatasi dengan pagar keliling (pagar langkan). Pada selasar ditemukan semacam umpak sebanyak 12 buah (8 berbentuk bulat, 4 berbentuk persegi). Ke-12 umpak ini diperkirakan berfungsi untuk meletakkan tiang-tiang penyangga rangka atap dari kayu.
Candi Sambisari terletak tidak terlalu jauh dari Candi Sari dan Candi Kalasan. Biasanya jika ada turis asing yang ingin berwisata candi di Jogja, setelah Prambanan dan Boko, pasti diajak berkeliling ke-3 candi ini juga. Setengah hari berada di Candi Sambisari, saya sudah bertemu dengan berbagai macam guide yang memandu wisatawan baik asing maupun domestic ke tempat ini. Bukannya saya ngerasa sok tau tentang sejarah candi. Akan tetapi, saya memang tidak terlalu suka dengan cerita dari guide yang terlalu hiperbola. Misalnya saja, salah seorang guide yang kami “dengar” bercerita hal tak senonoh tentang kisah Durga dan Ganesha. Sudah ceritanya salah, kok malah dilebih-lebihkan dengan menjelek-jelekkan. Wah ga bener ini!
Saya agak paham-lah kalo beberapa guide mengimbuhi cerita “emas yang tersembunyi di dalam ke-12 umpak” di Candi Sambisari. Tapi kalo cerita tentang Durga dan Ganesha menjadi nyeleneh dan ga sesuai dengan pakem. Wah kalo terdengar sama umat Hindu yang paham tentang kisah-kisah dewa mereka, bisa ngajak perang dunia tuh. Gimana wisatawan mau paham sejarah, kalo sejarah yang diceritakan saja salah? Duh duh, sayang banget khan temans ;-(
Tapi lepas dari semua itu, overall, berkeliling Candi Sambisari sangat menyenangkan sekali. Jangan lupa membayar biaya retribusinya ya, cuma 2ribu rupiah kok. Bayar donk, jangan kayak orang susah! 😉
Selamat Berpetualang!
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
Masih belum terlalu jauh ya kalau lepas dari berwisata sejarah di Prambanan. Masih terjangkau perjalanannya. 😀
iya, deket kok sama Candi Sari dan Candi Prambanan 😉