[Trip] Candi Abang di Berbah Sleman


Waktu itu, kami sengaja berangkat pagi untuk jalan-jalan. Awalnya hendak menuju Museum Wayang Kekayon di Jalan Wonosari. Dulu saya pernah ke Museum Wayang Kekayon di hari sabtu juga, tapi karena datang siang (mendekati jam12 siang) kami pun hanya bertemu dengan bapak penjaga yang menyebutkan bahwa museum telah tutup. Belajar dari pengalaman, pada trip kali ini, saya menjadwalkan pagi-pagi ke Museum Wayang Kekayon. Ternyata oh ternyata, kali ini pun kami sial, museum di tutup karena digunakan untuk acara mantenan. Duh! ;-(

Lalu kami hendak kemana? Saya mulai memikirkan tempat wisata di sekitar Museum Wayang Kekayon. Bagaimana kalo ke Candi Abang? usul saya pada teman. Karena teman setuju, maka perjalanan pun kami lanjutkan menuju Kecamatan Berbah.

Meski saya sering mendengar informasi tentang Candi Abang, tapi saya belum pernah datang langsung ke lokasi ini. Hanya sekedar ditunjukkan dari kejauhan, karena kebetulan seorang teman memang bekerja di Kantor Kecamatan Berbah. Dulu sempat ingin datang ke Berbah pas heboh circle crop, tapi batal karena mengabadikan foto circle crop dianggap terlalu mainstream 😉

Candi Abang
Candi Abang

Candi Abang secara administrative terletak di Dusun Candiabang, Kelurahan Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Fyi, kebanyakan candi-candi yang ditemukan di Indonesia tidak diketahui nama aslinya. Ada kesepakatan di dunia Arkeologi, bahwa penamaan candi biasanya berdasarkan nama desa tempat ditemukannya candi tersebut. Sampai kemudian di temukan sumber sejarah yang jelas terkait nama si candi, barulah candi akan dinamai sesuai nama yang tertulis di sumber sejarahnya. Makanya satu candi terkadang memiliki beberapa nama. Contoh candi terdekat yang dinamai sesuai nama lokasi ditemukannya adalah Candi Ijo yang ditemukan di Bukit Ijo (baca disini).

Meski saya ga mendapatkan informasi sejarah tentang candi ini di BP3 Yogyakarta, tapi cerita tentang Candi Abang sangat terkenal di antara teman-teman pecinta pit onthel. Ada banyak kegiatan bersepeda-ria yang biasanya diakhiri dengan finish di Candi Abang. Kegiatan seperti ini membuat nama Candi Abang sebagai nama candi dan nama dusun menjadi popular.

Jika kalian berasal dari luar kota dan tak terlalu mengerti kawasan Berbah, sebenarnya ada banyak pilihan arah untuk menuju Candi Abang. Bisa melalui arah Candi Boko, bisa juga lewat Piyungan, bisa juga memilih jalan yang saya tempuh yaitu lewat jalan Wonosari (belokan deket JogjaTV). Selebihnya, meski jarang ada plang petunjuk arah, tanya saja pada warga local. Pasti ga bakal nyasar kok 😉

Memasuki kawasan Candi Abang, kami di sambut dengan hutan jati yang meranggas. Maklum kami datang di musim kemarau. Kami pun menitipkan motor pada warga sekitar yang terdekat dan memilih berjalan kaki naek ke Candi Abang. Menitipkan motor pada warga adalah pilihan terbaik. Karena jika diparkir sembarangan, info dari warga local biasanya banyak yang kecurian helm. Ga okeh banget khan ;-(

hutan jati menuju Candi Abang
hutan jati menuju Candi Abang

Candi Abang sebenarnya hanyalah gundukan tanah di atas bukit. Bukit ini jika di musim hujan akan berwarna hijau, sedangkan di musim kemarau tentu saja gersang. Candi Abang baru akan terlihat berwarna abang (merah) jika kondisinya benar-benar kemarau dan kering. Seperti pada umumnya, kebanyakan candi di bangun di atas bukit, karena pada masa lalu tempat yang lebih tinggi dianggap sebagai tempat yang suci (tempat tinggalnya dewa-dewi).

Keunikan dari Candi Abang adalah candi ini dibangun dengan batu bata merah. Kenapa unik? Apakah tidak ada candi lain yang dibangun dengan batu bata merah?

Nah, ini yang sangat menarik buat saya. Pada umumnya candi di Jawa Tengah adalah bangunan candi yang dibangun dengan batu andesit. Apa sih batu andesit? Batu andesit adalah batuan beku vulkanik. Bisa bayangin khan batu-batu gede yang dimuntahkan Gunung Merapi. Nah, batu kayak gitu namanya batu andesit. Tapi untuk menciptakan candi yang tahan lama, butuh batuan andesit yang sempurna. Yang kayak apa? Batu andesit sebagai bahan candi haruslah batu andesit yang terpendam di dalam tanah dan memang harus ditambang. Batu-batu andesit inillah yang dapat ditatah membentuk kotak-kotak saling kunci yang membentuk susunan candi.

Batu andesit bukanlah satu-satunya batu yang digunakan sebagai penyusun candi. Ada juga batu bata merah. Di sinilah letak cirri khas dan perbedaannya. Candi di Jawa Tengah pada umumnya terbuat dari batu andesit. Sedangkan candi di Jawa Timur terbuat dari batu bata merah.

Kalo dilihat dari kualitas tahan lama, tentu batu andesit lebih tahan lama. Contohnya Candi Sambisari di Sleman, meski sudah bertahun-tahun tertutup lahar Gunung Merapi, tapi masih bisa ditemukan lagi dalam keadaan yang utuh (meski tak sempurna).

Berbeda dengan candi peninggalan Majapahit di Jawa Timur yang umumnya terbuat dari batu bata merah, agak susah mengurai sejarah tentang mereka, karena candi-candi Majapahit rata-rata sudah tak berbentuk candi lagi, hanya reruntuhan. Kondisi candi berbatu bata merah yang ada di Jawa Timur saat ini rata-rata sudah hasil rekonstruksi dari gambar candi yang ada di buku History of Java milik Raffles. Jadi sudah hasil pemugaran untuk pariwisata. Padahal candi-candi di Jawa Timur rata-rata usianya lebih muda dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah. Sedangkan candi di Jawa Tengah dibangun pada masa kekuasaan Mataram Kuno, sebuah era yang jauh lebih tua dari Majapahit.

Itu sebabnya, buat saya Candi Abang menarik karena agak ga lazim saja jika ada candi berbahan batu bata merah di daerah Jawa bagian tengah, khususnya di Yogyakarta. Sayangnya saya ga bisa bercerita lebih jauh tentang relief yang ada di Candi Abang karena candinya terkubur di dalam tanah.

Candi Abang
Candi Abang

Ada beberapa sumber tentang Candi Abang di internet, kalo kalian penasaran coba klik saja Wikipedia, Nyari Watu dan Ancient Mataram. Tapi saya tidak merunut info sejarah dari mereka. Selama ini saya selalu mengupayakan mengambil info sejarah dari beberapa buku yang bisa dijamin kebenarannya sebagai sumber pelajaran sejarah bagi murid-murid saya. Jika tidak, maka saya memilih hanya membuat sebuah opini tentang trip sebuah tempat saja.

Lepas dari semua cerita, setiap tempat (salah satunya candi) memiliki kisahnya sendiri diantara warga masyarakat. Semisal Candi Abang selalu dikaitkan dengan kisah harta karun yang terpedam, atau beberapa kisah tentang tempat mencari pesugihan. Ada kisah-kisah mistis yang warga local pernah ceritakan pada saya tentang Candi Abang, misalnya kenapa di atas gundukan Candi Abang tidak ada tanaman besar yang tumbuh? Kenapa hanya rumput? Karena jika kalian mempelajari History of Java milik Raffles, beberapa candi bahkan ditemukan dalam kondisi “dicengkeram” oleh akar-akar tanaman besar. Lalu kenapa di Candi Abang malah tidak ada tanaman yang “mencengkeramnya”?

Apapun kisah dibaliknya, satu yang tak boleh kita lupakan, bahwa tempat ini pernah menjadi salah satu pusat peradaban leluhur kita, sesuatu yang tidak boleh kita abaikan begitu saja. Sesuatu yang sayang sekali jika kalian melewatkannya 😉

This slideshow requires JavaScript.

Happy Travelling!

Tulisan Terbaru:

Advertisement