Vihara Po Lin


This slideshow requires JavaScript.

Vihara Po Lin telah ada terlebih dahulu jauh sebelum pendirian patung Buddha Tian Tan. Saya membayangkan bahwa vihara ini dulunya pasti sangat sepi, sebuah tempat yang sangat cocok untuk menjauhi segala hal yang berbau duniawi.

Bisa dipastikan, bahwa segalanya nampak berbeda setelah era 1993 yaitu setelah patung Buddha Tian Tan selesai dibangun dan dibuka untuk umum. Maka hiruk pikuk mulai mewarnai lingkungan Vihara Po Lin.

Tidak ada keterangan yang jelas terkait sejarah Vihara Po Lin. Barangkali ada, tapi saya tidak bisa membaca dalam aksara cina. Jadi, informasinya benar-benar terbatas.

Vihara Po Lin seperti pada umumnya Vihara yang pernah saya kunjungi, di dominasi oleh warna merah dan naga yang membelit pada tiang-tiangnya. Meski pun ini adalah tempat ibadah umat Buddha, akan tetapi politeisme dalam kepercayaan masyarakat Cina tetap terasa. Contohnya saja saya melihat beberapa altar untuk memuja Dewa Bumi di gerbang masuk ke Vihara Po Lin. Tentu masih ada dewa-dewa lainnya, termasuk patung Dewi Kwan Im.

Kebetulan, saya datang bersama rombongan anak-anak sekolah, jadi sedikit ramai dan hiruk pikuk. Rupanya anak-anak tersebut memohon agar mereka sukses di sekolah dan “tambah pintar”. Huehehe. Iya-lah, masak anak-anak mohon enteng jodoh khan malah lucu 😉

Berkeliling Vihara Po Lin bersama anak-anak sekolah ini menyenangkan lho. Maklum-lah saya khan sendirian jalan-jalan, jadi ngerasa kayak ada temennya. Cerita lucunya, ya saya ga ngerti apa yang si guide ceritakan. Habis guide-nya cerita pake bahasa Cina. Saya sih ndomblong ajah cengar-cengir, tapi fun banget!

Di sekitar Vihara Po Lin banyak penjual makanan dan souvenir. Kalo liat souvenirnya sih rada mirip sama di Borobudur. Trus makanan yang paling banyak dijual adalah mie. Berhubung hari hujan, ya saya ngiyup sambil makan mie, sambil tak lupa berdoa mudah-mudahan mie-nya ga mengandung minyak babi, khan biarawan biasanya vegetarian. Huehehe 😉

Bisa dipastikan, selama jalan-jalan di Hongkong, sering banget hujan mendadak. Khusus selama berkeliling di Patung Tian Tan Buddha dan Vihara Po Lin, bukan hanya hujan tapi plus angin besar. Maklumlah, namanya juga di tengah pulau yang dikelilingi lautan. Cuaca suka berubah-rubah. Alhasil, payung pinjaman dari teman jadi jebol remuk!

Efek buruk dari suka berhenti ngiyup adalah naksir dengan banyak makanan yang aromanya, duileeeh wangi banget! Makanya, saya sempetin deh makan sate bakso, sate sosis, bahkan disana ada juga jagung rebus. Pokoknya hujan bikin boros. Laper mulu bawaanya! Tapi tetep bahagia 😉

Happy Traveling!

monggo silahkan nyinyir disini ;-)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.