Kalian semua pasti dah biasa denger bakso bakar, iya khan? tapi gimana kalo soto bakar? dah pernah nyobain?
Nah, awal ceritanya beberapa waktu yang lalu. Saya lagi sibuk ngubek-ngubek PMI Jogjakarta di daerah Kotagede buat nyari darah. Kantong-kantong darah ini buat bapak kost yang waktu itu butuh darah karena kudu melakukan operasi.
Setelah meng-kontak beberapa teman. Malam itu saya mendapat dua relawan untuk diambil darahnya, namanya om Jalu dan Bagas. Mereka adalah paman dan ponakan π Setelah menunggu berjam-jam kedatangan mereka dari Kulonprogo, kami bertemu juga jam9 malam.
Setelah mengurus administrasi dan mengantri berjam-jam. Tibalah masa nya om Jalu untuk di ambil darahnya. Jeng jeng! Ternyata setelah melalui beberapa pemeriksaan diputuskan bahwa tensi om Jalu terlalu tinggi. Hah! Wes antri sampe malam, masa’ sia-sia. Piye iki?
Untungnya ada sang ponakan yang anehnya bergolongan darah sama dengan om-nya π Akhirnya kami mengantri ulang, agar si ponakan bernama Bagas ini juga melalui pemeriksaan sebelum di ambil darahnya. Karena ini adalah pengalaman pertama Bagas donor darah, maka perasaan kita ya campur aduk was was sekaligus excited banget.
Untungnya Bagas juga ga ngerasa takut. Malah bolak balik diminta foto. Huehe. Jadi ini saya tampilkan penampakan Bagas pas donor darah pertama kali seumur hidupnya. Pengalaman pertama nich!

Selesai donor, seperti pen-donor yang lain, Bagas mendapatkan “bingkisan” dari PMI. Tak lupa juga saya mintakan kartu pen-donor darah pada petugas, biar Bagas bisa kapan ajah langsung bisa donor darah π
Kami keluar dari PMI sekitar jam 1 malam dalam kondisi gerimis dan perut kelaparan. Lalu kami berinisiatif mencari makan (tengah) malam. Awalnya mau makan di bakmi godhog dekat makam raja-raja imogiri. Tapi tengah malam gitu, selain sedikit horor, kami takut juga dah jauh-jauh ke sana malah tempat makannya tutup.
Akhirnya kami putuskan untuk mencari bakmi godhog di belakang Kebun Binatang Gembiraloka. Nyatanya tengah malam pas kami kelaparan itu, Jogja sangat sepi dan hampir semua tempat makan dah tutup. Karena kami lapar berat, kami putuskan nyari makan di tempat terdekat dan searah dengan jalan pulang.
Om Jalu memutuskan, kita makan di lesehan yang ada di depan Wisma LPP jalan Solo. Salah satu penjual lesehan yang menjual sate madura menjual menu yang menurut saya terdengar aneh “soto bakar”. Kami pun iseng nyobain.

Selain soto bakar, kami juga memesan sate kambing. Yah namanya juga sate buatan orang Madura, tau sendiri khan gimana rasanya? Maknyuzzz tenand! Penjualnya pun benar-benar aseli Madura. Ini dapat terlihat dari obrolan sesama penjual yang memang sengaja ga menggunakan bahasa Indonesia pas mereka lagi ngobrol.
Lalu apa sich soto bakar? Soto bakar itu soto yang daging nya dibakar kayak sate, baru dimasukkan ke dalam racikan soto dan kemudian di siram kuah soto panas. Huahaha. Iseng banget ya namanya jadi soto bakar. Pinter banget bikin nama unik yang membuat pembeli penasaran.

Kami pun menikmati soto bakar dan sate bakar. Setelah kenyang, kami segera pulang karena hari memang sudah larut malam. Thanks a lot buat om Jalu dah traktir kita di malam-malam yang penuh rasa lapar. Huehehe π Kapan-kapan lagi ya om!
Ada yang berminat nyobain soto bakar juga?
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
sepertinya menarik kulinernya untuk dicicipin mbaknya :O
ayo di coba π