Beberapa tahun yang lalu, Patuk menjadi salah satu lokasi dalam kegiatan PKM saya dan teman-teman, tapi anehnya, meski kami sering sekali mblusukan di daerah Patuk tapi saya belum pernah sama sekali menginjakkan kaki di Air Terjun Banyu Nibo. Padahal udah dapet “perintah” dari pak carik buat meninjau langsung lokasi ini. Huehe!
Nah, karena saya juga ga mau ketinggalan dengan para tetangga blog, maka pada akhir pekan ini, saya, cita, rusma, dita, dan esti berniat sekali jalan-jalan dan hunting foto. Maklumlah, sudah lama sekali kami ga ngumpul-ngumpul kayak gini.
Awalnya kami janjian jam setengah 9 pagi di kost saya. Tiba-tiba dapet pesan di hape kalo jam keberangkatan diundur lebih awal jadi jam setengah 8, agar selain ke Air Terjun Banyu Nibo, kami harap dalam sehari itu, kami juga bisa mengunjungi Gunung Nglanggeran yang juga berada di daerah Patuk.
Tapi begitulah, dasarnya kami hidup di Waktu Indonesia Bagian Ngaret, rencana berangkat pagi batal karena ada yang telat datang. Bukan itu saja, perjalanan ke Patuk yang cukup ditempuh tidak sampai satu jam, molor menjadi beberapa jam, karena kami malah (entah kenapa) mblusukan ke kampung-kampung di daerah Berbah. Ini nyasar yang amat memalukan untuk kami yang warga Jogja, huaha!
Okey, lanjut! Didaerah Kalipetung, kami mampir dulu ke warung makan “seger waras” untuk membeli makanan. Maklum, kami belum ada yang sarapan, jadi takutnya ga bisa jalan jauh kalo kebutuhan logistic tidak terpenuhi.
Untuk menemukan lokasi Air Terjun Banyu Nibo sebenarnya sangatlah gampang. Pertama, cari dulu simpang tiga Sambipitu, trus cari jalan menuju desa wisata Bobung (Sentra Kerajinan Topeng). Nah, kalo dah ketemu Gapura Desa Wisata Bobung, lurus saja sampai ketemu masjid di kiri jalan, ga jauh dari situ, ada jalan kecil yang belum diaspal penuh (jalan cor, gitu biasanya disebut warga local), nah jalan kecil itu menuju Air Terjun Banyu Nibo. Tidak ada plang-nya. Tapi kalo ga yakin, bisa tanya ke warga setempat, dijamin pada tahu kok!
Berdasarkan cerita dari pak carik (seingat saya lho), Air Terjun Banyu Nibo dulu alirannya kecil, tapi setelah gempa Jogja 2006, alirannya jadi jauh lebih besar. Tapi, di sepanjang alirannya banyak batu-batu besar. Jadi wajib hati-hati.
Gempa Jogja 2006 juga menimbulkan banyak mata air di daerah Patuk jadi menghilang. Dulu Patuk menjadi daerah yang tidak bermasalah dengan sumber air di musim kemarau. Tapi sekarang, Patuk menjadi salah satu kecamatan yang menerima bantuan dari Jepang untuk pembangunan PAH (Penampungan Air Hujan).

Dari beberapa cerita warga, karena kemarau yang cukup berkepanjangan, mereka harus membeli air mineral untuk memenuhi beberapa kebutuhan. Kasian khan?
Yang paling menyenangkan dari Patuk. Sepanjang jalan, meski tanjakan dan turunan jalannya cukup bikin degh-deghan, tapi jalannya mulus, plus bisa liat buah kakao berbuah. wuiihhh!

Setelah menitipkan sepeda motor ke rumah penduduk yang paling dekat dengan lokasi Air Terjun. Kami seperti baru tersadar, lhaaa ini khan kemarau? Kira-kira Air Terjunnya kering ga ya? wah wah,,,kami memang lemot berpikir karena wes kadung pingin jalan-jalan [//__”]
Yo weslah, berhubung udah nyampe, mau ga mau, ya harus menginjakkan kaki ke lokasi. Baru setelah itu, bisa dipikirkan acara selanjutnya. Jadi sepanjang perjalanan menuju ke lokasi Air Terjun, inilah gambar-gambar yang bisa kami dapatkan.

Dari tempat kami memarkirkan sepeda motor, kami harus berjalan sekitar 500 meter untuk menemukan Air Terjun. Sepanjang jalan, kami bertemu dengan beberapa warga lokal yang sedang ngarit. Kamipun sempat ngobrol dengan beberapa orang.

Obrolan kami ga jauh-jauh dari kondisi sepanjang jalan yang kami lalui menuju lokasi air terjun selama musim kemarau. Haduwh, kering kerontang!



Jeng, jeng, jeng. Kami menemukan air terjunnya. Wuuuiiih…!!!

Sayangnya, air terjunnya kering. Huaha! Kami sedikit syok, saat tahu kalo kami dapat zonk berupa air terjun kering! Meski begitu, kami teuteup keukeuh untuk menaiki batu-batu besar itu, dan makan siang disana. Semangaaat!


Lihat, kami tetap dapat menemukan sudut-sudut yang tepat untuk berfoto. Maklum, kenarsisan kami tidak akan terkalahkan oleh apapun dan dimanapun.

Selesai menggelar makan siang dan memastikan bahwa kami tidak membuang sampah sembarangan. Inilah gambar unik lain yang bisa kami dapatkan setelah memandang berkeliling dari atas.


Jadi, beginilah cerita yang kami dapatkan dari seorang ibu yang bertemu kami, saat dia sedang mencari kayu bakar di dekat kami. Kemarau membuat warga local menyedot air dari aliran air terjun untuk kebutuhan air rumah tangga, dialirkan ke paralon, kemudian dialirkan lagi lewat selang dan dibagikan ke rumah-rumah.
Bahkan di tengah sungai yang mengering kami menemukan mesin pompa untuk menyedot air sungai untuk mengairi sawah. Itulah yang membuat air terjunnya kering kerontang.

Begitu kami merasa lelah dan bosan, ditambah cuaca yang semakin terik, kami lalu kembali ke rumah tempat kami menitipkan sepeda motor.

Sesampainya kami dirumah tersebut. Yang setelahnya baru kami ketahui, pemiliknya bernama Pak Paijan. Lho, kami kok dijamu dengan kelapa muda yang maknyuzzz di siang yang terik ini!

Waduwhhh, tidak boleh dilewatkan hal seperti ini! Tentunya, dengan sangat bahagia, kami mengaso sejenak, menumpang sholat, ngobrol ngalor ngidul dengan Pak Paijan, menghabiskan masing-masing degan, berfoto ria, dan kemudian berdiskusi.
Oh iya, degan tadi gratis lho dari Pak Paijan, plus kami ga perlu bayar parkir. Asyeeek! Kami doakan budi baik Pak Paijan dibalas Gusti Allah, moga-moga anak-anaknya Pak Paijan bisa sekolah setinggi-tingginya. Amien. (sesuai request Pak Paijan. huehe!)
Cap cusss! Kami pun segera begerak gesit menuju pantai Kesirat.
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak