Setelah sebelumnya kita berkeliling dari Ratu Boko dan kemudian Candi Barong, perjalanan kita lanjutkan ke bukit yang lebih tinggi, yaitu bukit Ijo. Di tempat ini, kita akan melanjutkan perjalanan menelusuri kawasan Siwa Plateau. Yuks capcuuuz 😉

Candi Ijo terletak di atas suatu bukit yang oleh masyarakat setempat disebut Gumuk Ijo, bukit tertinggi di wilayah Prambanan. Ketinggian Bukit Ijo 140 m diatas permukaan laut, sedangkan Candi Ijo terletak pada ketinggian 357,402 m-395,481 m diatas permukaan air laut. Apabila kita berdiri di Candi Ijo dan memandang ke arah selatan terlihat lembah berteras yang curam, tetapi sangat indah. Sebagaimana lingkungan kompleks Ratu Boko, lingkungan sekitar Candi Ijo juga kurang subur.
Beberapa kali saya datang ke Candi Ijo, pada umumnya tidak pernah ditarik retribusi. Tempat inipun sepi. Jika anda pergi kesana, jangan kaget jika di dalam candi berisi beberapa pasang abegeh yang sedang berasyik-masyuk pacaran. Pagi atau sore hari adalah waktu teramai, biasanya ada beberapa orang yang mengambil gambar candi pada jam-jam segitu.

Candi Ijo merupakan kompleks percandian yang terdiri atas beberapa bangunan dengan halaman berupa teras-teras berundak. Halaman paling suci berada di bagian belakang dan paling atas. Hal tersebut mengingatkan pada salah satu hasil kebudayaan megalitik yang berupa bangunan punden berundak. Periode pendirian kompleks bangunan ini belum dapat diketahui dengan pasti. Akan tetapi, profil candi, motif hiasan kala-makara, langgam arca dan relief candi yang digambarkan secara naturalistis, mempunyai kemiripan dengan candi-candi disekitarnya yang dibangun pada abad VIII-X Masehi, sehingga candi ini diperkirakan didirikan pada periode yang sama.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Situs Candi Ijo, diketahui bahwa disitus ini terdapat 17 struktur bangunan yang terletak pada 11 teras berundak. Halaman candi yang merupakan jalan masuk menuju bangunan utama merupakan teras berundak yang membujur dari barat ke timur. Halaman paling atas (teras ke sebelas) merupakan halaman yang dianggap paling suci (sacral). Pada halaman tersebut ditemukan pagar keliling, delapan buah lingga patok, dan empat bangunan, yaitu candi utama dan tiga candi perwara yang terletak berderet di depan candi utama. Bangunan yang sudah dipugar adalah candi utama dan candi perwara yang berada di tengah. Candi utama mempunyai pintu masuk di sebelah barat. Pada dinding luar candi terdapat relung untuk menempatkan arca Agastya, Ganesha, dan Durga. Arca-arca tersebut saat ini disimpan di Kantor Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.
Di dalam Candi terdapat lingga-yoni yang melambangkan Dewa Siwa yang menyatu dengan Dewi Parwati. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa candi ini mempunyai latar belakang keagamaan Hindu aliran Siwa. Pemujaan yang dilakukan di candi ini ditujukan untuk memuja Siwa dalam bentuk lingga, disebut lingga kultus. Pada candi perwara tengah terdapat arca lembu (nandi). Dalam mitologi Hindu, Nandi merupakan kendaraan Dewa Siwa.

Struktur bangunan lain yang ada di kompleks percandian Ijo, antara lain terdapat pada teras kesembilan, berupa sisa batur bangunan yang menghadap ke timur. Diteras kedelapan terdapat tiga buah candi dan empat buah batur bangunan, serta ditemukan dua buah prasasti batu. Salah satu prasasti ditemukan diatas dinding pintu masuk candi yang diberi kode F. Prasasti batu tersebut setinggi satu meter dengan tulisan berbunyi Guywan, oleh Soekarno dibaca Bhuyutan yang berarti pertapaan. Prasasti tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.
Prasasti batu yang lain berukuran tinggi 14cm, tebal 9cm, memuat 16 buah kalimat yang berupa mantra kutukan yang diulang-ulang berbunyi Om sarwwawinasa, sarwwawinasa. Prasasti-prasasti tersebut tidak menyebut angka tahun, tetapi dari sudut paleografis dapat diperkirakan berasal dari abad VIII-IX M, sehingga Candi Ijo diduga juga dibangun pada periode yang sama. Di teras kelima terdapat satu candi dan dua batur, sedangkan diteras keempat dan teras pertama masing-masing terdapat satu candi. Namun, teras kesepuluh, ketujuh, keenam, ketiga, dan kedua tidak ditemukan bangunan.

Karena posisinya yang berada di atas bukit yang cukup tinggi. Jika langit Jogja cukup cerah, maka dari halaman Candi Ijo kalian pun akan beruntung bertemu senja yang menggoda. Penasaran khan?
to be continued…Candi Banyunibo 😉
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
*(sumber data sejarah: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta)