[Culinary] Raminten


Dari dulu pengen banget nulis tentang Raminten tapi baru kali ini kesampaian. Uhuk. Mari kita mulai perjalanan ini 😉

Kapan saya pertama kali kenal Raminten?

Sekitar awal tahun 2006, saya mulai ngajar di sebuah bimbel yang berlokasi di Kotabaru. Kebetulan jaman itu yang ngetop buat nongkrong dan dapat ditempuh dengan jalan kaki di kawasan sekitar saya ngajar, ya cuman di Mirota Bakery. Antara tempat saya ngajar dengan Mirota Bakery cuma di pisahkan sebuah rumah kosong, yang setiap saya lewat lebih sering tertutup. Sekitar akhir tahun 2008, The House of Raminten mulai di dirikan. Waktu itu, rumah makan ini masih sepi. Kita ajah yang jadi “tetangga”-nya masih bingung, tempat makan baru ini jualan apa. Lebih serem lagi kalo lewat malem-malem di deket Ramiten, haduhhh aroma menyan yang dibakar itu lhooo bikin meriding bulu kuduk. Huahaha.

Awal tahun 2009, saya baru menyempatkan diri untuk datang ke Raminten. Itupun karena penasaran ingin membuktikan kata-kata dari murid-murid saya, yang sering cerita kalo waitress di Raminten pake kemben semua. Hohoho. Masa’ saya kalah dengan murid-murid saya? Harus segera datang!

Nah pas saya dan chandra datang, kebetulan lebih banyak dilayani oleh waiter yang beranting-anting 😉 Waktu itu Raminten belum sengetop dan seramai sekarang. Masih bingung menu adalannya apa. Jadi berhubung saya lapar, ya pesan makanan yang kira-kira mengenyangkan dan harganya cukup buat kantong mahasiswa.

me n chandra
kami menghabiskan waktu menunggu pesanan yang lamaaaa dengan berfoto-foto 😉

Kami cukup pesan nasi kucing, kopi, es kunir asem, pisang bakar cokelat keju. Apakah saya masih lapar? Yes, of course! Tapi ga berani pesen lagi, mengingat harganya yang cukup mahal buat rata-rata harga makanan di Jogja. Hiks.

menu angkringan versi Raminten
menu angkringan versi Raminten

Setelah itu, berbulan-bulan kemudian saya ga pernah lagi datang ke Raminten. Anehnya, setiap saya berkunjung ke kota lain. Orang-orang yang saya kenal jika bicara tentang Jogja, nampaknya selalu bercerita pengalaman makan mereka di Raminten. Bahkan beberapa orang yang baru sekali datang ke Jogja, selalu memasukkan Raminten sebagai salah satu venue yang wajib di kunjungi di Jogja! Barangkali ada hubungannya dengan iklan Raminten yang di pasang di pintu pas kita turun dari pesawat memasuki bandara adi sutjipto. Pas menginjakkan kaki di Jogja, pas pandangan pertama ke iklan Raminten. Pas banget kan!

Hingga beberapa bulan yang lalu, teman saya yang warga negara Singapore minta diantar ke Raminten. Ternyataaa antrinya itu lhooo. Duh kalo ga gara-gara teman saya pengen banget merasakan atmosfer Raminten rasanya males banget antri. Setelah antri sekian lama. Barulah kami masuk. Ternyata atmosfer Raminten telah berubah banyak dari terakhir kali saya datang ke tempat makan ini. Mulai dari makin padatnya spot yang dijadikan lokasi tempat duduk. Sampai semakin luasnya bagian dari rumah yang dibuka buat umum. Bahkan tepat di belakang tempat duduk kami, ternyata ada ibu-ibu tua yang sibuk membatik. Wah spot asyik tuh buat bahan photo 😉

Selain itu masih ada lagi, tambahan tempat pijet. Dan ada bangsal kuda! Jeng Jeng! Ga salah tuh naruh kuda segede gaban di ruang yang se-sempit itu. Ada juga kereta kuda yang konon hanya boleh di naiki pas minggu wage. Huehehe.

Kami pesan beberapa menu seperti cunduk Raminten, bir Plethok, otak-otak, ayam koteka, wedang bajigur, dan entah apa lagi saya lupa. Niat awal sich, biar temenku bisa menikmati taste khas Indonesia. Tapi beberapa menu ternyata ga cocok di lidahnya. Jadi semua makanan, saya yang menghabiskan. Ujung-ujungnya, setelah dari Raminten kami menghabiskan malam di kopi joss Lek Man. Huaha. Tenangggg, sebelumnya teman saya dah sempet belanja beberapa kotak bakpia Raminten buat oleh-oleh teman-temannya di Singapore.

Raminten yang teramai tentu saja yang ada di Kotabaru, tepatnya di Jalan Faridan. Saking ramainya, Raminten buka cabang di tempat lain, yaitu Raminten di Kaliurang km.16 Ngemplak, dan yang terbaru Raminten yang beralamat di Jalan Magelang km.9 belakang POM Bensin yang bersebelahan dengan lapangan Mlati.

Saat ini Raminten menjadi salah satu destinasi wisata di Jogja, baik wisata kuliner maupun wisata “mata”. Selain menawarkan menu yang cukup nJogja-ni berupa menu angkringan dan wedang jamu. Raminten menawarkan atmosfer yang sangat berbeda dari kebanyakan rumah makan atau tempat nongkrong di Jogja. Sebuah pengalaman tak terlupakan.

Raminten sendiri berasal dari nama tokoh yang diperankan Hamzah HS (pemilik Raminten) dalam sebuah sitkom berjudul Pengkolan yang tayang di Jogja TV setiap hari Minggu. Kalo kalian berkunjung ke tempat ini, jangan heran kalo mesti melewati berjam-jam antrian di sebuah ruang bernama “ruang sabar” karena saking membludaknya pengunjung.

Nah kalo kalian belum pernah ke sini, itu artinya anda belum beruntung. Huehehe. Makanya sering-seringlah jalan-jalan ke Jogja dan menjajal kuliner khas kota ini 😉

Selamat Mencoba!

Tulisan Terbaru:

Advertisement

3 thoughts on “[Culinary] Raminten

  1. bukannya raminten tu harga makanannya termasuk murah ya dibanding resto2 lain? menutu aku sih gitu, karena kemaren lg pas ada acara ma tmn2 dn makan disitu. 5orang cm abis sktr 150-200rb, padahal tu psan makananya dah banyk banget. hehe 😀

    1. murah itu selalu relatif menurutku.

      kurasa, dengan menu yang sama, aku bisa mendapatkan dengan harga yang lebih murah. Mungkin yang tidak bisa di beli di tempat yg lain adalah atmosfer yang dijual Raminten 😉

monggo silahkan nyinyir disini ;-)

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.