Kopdar dengan Kampret


Pernah dengar kata “Kampret?” Bagi orang Jawa, kampret itu berarti kelelawar, hewan mamalia yang bisa terbang dan keluar mencari makanan  pada malam hari. Kelelawar umumnya hidup di dalam goa, meski begitu banyak kelelawar yang bisa ditemukan juga di pohon-pohon besar. Cerita yang paling terkenal, yang diambil dengan tokoh utama kelelawar, tentu saja Batman, si Manusia Kelelawar. Penjaga Kota Gotham. Di daratan Cina, ada tokoh sakti bernama Kelelawar Hijau yang sangat terkenal. Tentu saja ini hanya sebuah dongeng klasik.

Dalam ilmu totemisme, masyarakat sangat percaya pemberian nama hewan tertentu pada manusia, memberikan spirit yang berbeda bagi si empunya nama. Jangan tertawa. Percayalah, saya pernah penelitian PKM di daerah Tepus Gunungkidul dan mewawancarai seorang simbah-simbah bernama mbah Kampret. Teman saya terbahak-bahak selama sesi wawancara dan sedikit memperkeruh suasana. Buat beberapa orang, seperti saya, terkadang memang menggunakan kata “kampret” sebagai pisuhan. Ini alasan kenapa teman saya terbahak-bahak saat bertemu dengan seseorang yang bernama mbah kampret.

Tapi kali ini, saya bertemu dengan jenis Kampret yang berbeda. Kampret yang ini merupakan sebuah komunitas yang terdiri dari para kompasiana yang hobby njepret. Tentu saja, njepret di sini berasosiasi dengan kegemaran mengambil foto, bukan njepret pake karet. Huehehe. Njepret ini istilah wong Jowo. Saya lebih suka menyebut mereka Tukang Photo alias Fotografer, orang-orang yang berkecimpung di dunia Fotografi.

Kampret Kopdar di Jogja
Kampret Kopdar di Jogja (Foto milik mas Dhave Danang)

Ini adalah acara Kopdar Kampret. Kopdar merupakan kependekan dari kata Kopi Darat. Dulu pas jaman saya masih kecil, saya akrab dengan kata Kopdar. Bapak saya adalah salah satu pengurus ORARI di Lampung. Istilahnya “ngebrik”. Karena ngobrolnya lewat radio, makanya mereka disebut ngobrol di udara. Nah, orang-orang ini seringkali menggunakan kata “copy”, “ganti”, “rojer”, dsb. Komunitas ini sering melakukan pertemuan yang dinamakan “Kopi Darat”. Mungkin karena bertemunya di “darat” sebagai lawan “udara”.

Tentu saja, komunitas ngebrik bukan komunitas pertama yang melakukan Kopdar. Konon, Kopdar paling awal sebenarnya adalah milik orang-orang radio. Orang-orang yang berjaya di udara! Saking berjaya-nya ada ajah penggemar yang pengen banget ketemu dengan penyiar radio favorit mereka. Istilah jaman sekarang, Jumpa Fans!

Istilah Kopdar kemudian bermutasi, tidak hanya menjadi milik orang-orang udara. Kata Kopdar juga merambah buat orang-orang yang berkomunitas di dunia maya. Termasuk Kopdar Kampret ini, Kopdar bagi Kompasiana yang hobby njepret.

Kampret Kopdar di Jogja
Kampret Kopdar di Jogja (Foto milik Pak Nanang Diyanto St Baron)

Saya sendiri sebenarnya datang karena di kontak mbak Anazkia untuk mewakili Blogger Hibah Sejuta Buku. Awalnya saya enggan. Rasanya ada banyak orang yang lebih pantas datang untuk mewakili ketimbang saya. Tapi janji adalah janji. Jadi saya pun memberanikan diri datang meski ga kenal siapapun.

Tentu saja, saya mengenal mbak dwi (anggota Kampret). Dulu pas saya mau berangkat ke Hongkong, saya pernah di kenalkan ke mbak Dwi oleh mbak Anazkia. Tapi saya belum pernah jumpa secara nyata dengan mbak Dwi. Kebetulan saya di Hongkong pas hari kerja, bukan musim liburan.

Di acara Kopdar Kampret, orang pertama yang saya cari adalah mbak Dwi. Kami ga ngobrol banyak, maklum tempat duduk kami berjauhan, ujung utara dan ujung selatan 😉 Lagipula saya datang terlambat setelah menyambangi beberapa keluarga yang sengaja datang ke Jogja. Meski begitu, setelah 5 menit saya duduk di antara mereka, saya terjebak dalam cerita travelling dengan orang-orang di sekitar saya, misal dengan mas Dave, mas Yudi, dan mas Baskoro. Tentu saja, kalo obrolannya menarik kayak gini, saya jadi merasa seperti bukan orang luar dari komunitas mereka 😉

Bagian terbaik dari acara Kopdar kali ini adalah memberi, nama lainnya adalah berbagi. Berbagi cerita. Berbagi pengalaman. Berbagi ilmu. Berbagi Rezeki. Begitulah. Teman-teman Kampret menghibahkan uang hasil penjualan kaos untuk Blogger Hibah Sejuta Buku.

menerima sumbangan uang dari Kampret untuk Blogger Hibah Sejuta Buku
menerima sumbangan uang dari Kampret untuk Blogger Hibah Sejuta Buku (Foto milik mas Ajie Nugroho)

Dari warung kopi, acara Kopdar dilanjutkan ke jembatan baru. Beberapa orang menyebut jembatan ini sebagai Jembatan Kewek II. Tapi saya lebih suka menyebut jembatan ini sebagai jembatan Chairil Anwar. Dulu di bawah jembatan rel kereta api yang membelah kali Code ini ada mural dari wajah Chairil Anwar dan sajaknya yang sangat terkenal “Sia-Sia”.

“Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi”
(Chairil Anwar- Februari,1943).

Sia-sia- Chairil Anwar by www.urbancult.net
Sia-sia- Chairil Anwar by http://www.urbancult.net

Mungkin seperti inilah hikmah dari Kopdar. Saling memberi. Saling berbagi. Agar tak dikoyak-koyak sepi. Agar tidak menjadi Sia-Sia.

Semoga!

Tulisan Terbaru:

Advertisement

26 thoughts on “Kopdar dengan Kampret

  1. Baca artikel ini saya tadi nya mau pamer ke temen2 kantor kalau saya terlibat di dalam sebuah perkumpulan entah berantah tapi mengisi dihati, ada foto saya lagi di situ….hahahaha…. tapi pas baca sajak Chairil Anwar, saya jadi terduduk diam dan ketik koment disini, Thanks Pit buat kempol saya masih pegel mengikuti travel di blok sampean… see ya..

  2. OOoh, jadi awalnya “enggan” nih… ? hahahahaha…. ikut berdoa buat Mas Yudi supaya gak nyasar ngikutin ‘catetan’ nya Mbak Pipit 🙂

  3. oalllahh, kampret tu komunitas dr kompasiana jg to tp yg hobi fotografi. sayang kameran ane udah ilang, dn juga skarang kurang aktif di kompasiana. 😦

    sukses untuk kampret. 😀

monggo silahkan nyinyir disini ;-)

Please log in using one of these methods to post your comment:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.