Gara-gara kemaren ga kesampaian mengikuti Pekan Budaya Tionghoa di Ketandan, Yogyakarta akhirnya saya membuka beberapa koleksi foto dan menemukan ini, foto saya dan reni pas pertengahan tahun lalu mengunjungi Buddha Tooth Relic Temple and Museum di Singapore. Jadi, meski telat, nampaknya saya memang mesti mem-posting tulisan ini 😉
Masuk wihara atau vihara bukan hal baru bagi saya, tentu saja karena sejak kecil saya di Lampung sekolah di sekolahan swasta yang mayoritas di dominasi keturunan Tionghoa. Tapi masuk vihara yang bagus dan komersil, rasanya memang baru kali ini.
Pas saya dan reni hendak berkunjung ke tempat ini, kebetulan kami memang tidak pernah mencari tahu tentang Buddha Tooth Relic Temple and Museum lewat internet. Kami hanya ingin sekedar menghabiskan hari dengan jalan-jalan, berbelanja dan mencoba beberapa makanan di kawasan Pecinan. Hingga seorang teman menyarankan untuk datang ke Buddha Tooth Relic Temple and Museum. Jadi meluncurlah kami mblusukkan kesana 😉
Mencari Buddha Tooth Relic Temple and Museum tidak sulit. Kami cukup naek MRT dari Orchard Road ke Chinatown. Setelah jalan sekitar 500 meter, kami pun menemukan Buddha Tooth Relic Temple and Museum, awalnya ga ngeh juga sich kalo itu vihara yang kami cari, soalnya tepat bersebelahan dengan pasar 😉

Kami masuk bukan dari pintu utama, tapi dari pintu yang di sebelah pasar, tepatnya dari Sago Street. Seperti umumnya vihara, ada aroma asap hio yang kuat di sekeliling kita. Kerennya, vihara ini benar-benar bersih dan mengkilat. Cling!
Dari pintu masuk khas vihara yang berwarna merah terang bernama Mountain Gate, ada tempat hio yang besar. Melewati pintu itu ada beberapa hal keren yang sempat saya abadikan seperti dibawah ini.



Di lantai pertama, ada patung Bodhisattva Avalokitesvara di tengah Dharma Hall dikelilingi ribuan patung kecil Buddha yang memenuhi seluruh dinding vihara dengan tata cahaya yang artistik.




Meski ramai dengan pengunjung yang hilir mudik ga karuan sibuk memotret, uniknya tempat ini tetap dipenuhi dengan penganut Buddhism yang dengan tenang berdoa dan tidak merasa terganggu oleh kehadiran orang asing. Udah biasa kali ya?







Buddha Tooth Relic Temple and Museum terdiri dari basement, lantai 1-4 dan atap. Di basement terdapat theater dan restorant. lantai 1 lah yang dipergunakan sebagai tempat bersembahyang, sedangkan lantai 2-4 dipergunakan sebagai museum.
Di Lantai 2 terdapat Aula Mansjuri yang konon menyimpan Maha-pranjna-paramita Sutra. Sedangkan di lantai 3 terdapat Samantabhadra Hall, yaitu Museum Budaya Buddha Nagapuspa yang menyimpan banyak artefak yang terkait penyebaran agama Buddha. Di sini terdapat banyak foto dan patung dari banyak negara, terutama dari Kamboja, Myanmar, Srilanka dan Indonesia.
Dan yang paling utama, yang menjadi daya tarik museum ini yaitu Buddha Tooth Relic, terdapat di lantai 4. Saya sendiri sangat penasaran dengan relik suci gigi Budha ini. Masuk ke ruangan ini kami disambut oleh beberapa petugas yang melarang kami mengambil gambar. Setelah melepaskan sandal, kami diperbolehkan masuk ke sebuah ruangan besar penuh kaca.
Buddha Tooth Relic ditempatkan di dalam sebuah stupa emas seberat 320 kg dilapisi dengan dinding kaca dan bermotif emas. Di tiap pojok ruang ada beberapa biksu yang bersembahyang mengucapkan sutera sambil tangannya memukul tempurung. Pokoknya persis banget kayak di pilem-pilem China yang sering kita tonton di tipi 😉
Konon Buddha Tooth Relic ditemukan tahun 1980 di reruntuhan stupa di Myanmar. Kepemilikannya sempat berpindah-pindah, dan terakhir dimiliki oleh Buddha Tooth Relic Temple and Museum Chinatown, Singapura.
Endingnya kami menuju atap Vihara, di tempat paling atas ini ada sebuah taman indah dimana ditengah taman terdapat Vairocana Buddha Prayer Wheel yang berisikan Ten Thousand Buddhas Pagoda.




Beruntungnya pas saya datang, ada beberapa orang yang sedang berdoa. Jadi saya dapat melihat bagaiman ritualnya. Pada umumnya orang membaca sutra sambil memegang pagoda lalu berjalan berputar mengelilingi pagoda ini. Mereka percaya ini akan mendatangkan keberuntungan. Dan kalo diperhatikan di dindingnya terdapat 1000 patung Buddha lhooo, malah jadi inget kisah Candi Sewu yang tak berjumlah 1000 itu yaks 😉
Setelah setengah hari berputar-putar di Vihara ini dan merasa puas, saya pun langsung turun hendak berbelanja souvenir. Pas saya mau keluar dari vihara, tiba-tiba serombongan biksu datang untuk bersembahyang. Saya pun ga menyia-nyiakan kesempatan ini untuk meliat ritual mereka.


Info baru yang saya dapatkan kalo Buddha Tooth Relic Temple and Museum ini merupakan bangunan baru. Pantesan masih licin mengkilap 😉 Katanya sich baru tahun 2007 dibuka untuk umum.

Uniknya, pas kami berfoto di depan Vihara, baru tau kalo pohon yang ada di belakang kami itu bernama Pohon Nagapuspa. Lucu ya namanya? Jadi inget pedang Naga Puspa kan 😉 Kalo Borobudur terkenal dengan Pohon Bodhi, maka di Vihara ini terkenal dengan Pohon Nagapuspa. Pohon Bodhi terkenal karena Buddha Sakyamuni mendapatkan pencerahan di bawah Pohon Bodhi, sedangkan Maitreya Bodhisattva mendapatkan pencerahan di bawah Pohon Nagapuspa atau yang biasa disebut juga dengan Pohon Nagakesara 😉 Konon pohon Nagapuspa yang ditanam di Vihara ini hadiah dari Raja Srilangka.
Penasaran pingin tau kayak apa Pohon Nagapuspa atau pingin liat Relik Suci Gigi Buddha. Ayo mblusukkan ke sini 😉 Selamat Jalan-Jalan!
–The End–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak