[Trip] Desa Dome, Desa Teletubbies di Prambanan Sleman


Pulang dari jalan-jalan ke Candi Abang dan Situs Goa Sentono di Berbah, saya menuju ke utara, ke arah Ratu Boko. Setelah menelusuri jalan Prambanan-Piyungan, saya menemukan plang “Desa Sengir, Desa Dome”. Aha! Ini khan desa rumah teletubbies yang saya cari-cari 😉

bangunan ini bisa dijadikan petunjuk menuju Desa Dome

Saya inget banget kisah ini. Sekitar mei 2006, waktu itu seminggu setelah saya wisuda S1, bencana gempa bumi mengguncang Jogja di dini hari. Bencana yang cukup hebat ini menghancurkan banyak bangunan di Jogja. Salah satunya desa Nglepen.

Desa Nglepen masih masuk wilayah Kecamatan Prambanan di Kabupaten Sleman. Lokasinya sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan. Gempa 2006 menghancurkan hampir seluruh bangunan desa yang terletak di perbukitan ini. Beruntungnya, bantuan datang dari seluruh negri. Salah satunya dari  World Association of Non-Governmental Organizations (WANGO) dengan donatur tunggal Muhammad Ali Alabar. Ali Alabar, adalah pemilik Emaar Property Dubai, Uni Emirates Arab.

Tapi bantuan ini (seingat saya) dengan beberapa syarat. Salah satu syaratnya adalah mereka akan memberi bantuan rumah baru secara gratis kepada penduduk desa Nglepen dengan syarat rumah tersebut harus berbentuk Iglo.

Rumah Dome, Rumah Teletubbies

Kenapa Iglo? Konon kabarnya konstruksi rumah Iglo yang tanpa sambungan membuat bangunan ini tahan gempa. Rumah Iglo adalah rumah suku Eskimo di Kutub Utara. Menurut guru saya di SD, rumah Eskimo itu meski dibuat dari bongkahan es tapi bisa memberikan kehangatan bagi penghuninya. Saya ga tau gimana logikanya bongkahan es bisa memberikan kehangatan. Buat saya, malah lebih tidak masuk logika, kalo rumah Iglo yang di desain memberikan “kehangatan” bagi penghuninya ini malah jadi rumah tahan gempa. Lha emang di Kutub Utara termasuk Kawasan Rawan Gempa ya, sampe arsitektur gaya rumahnya perlu kita tiru?

Keterangan aneh yang saya dapat, desain rumah Iglo ini mampu menahan terpaan angin hingga kecepatan 450km/jam. Nah lho, logika saya berkata, trus kenapa si Ali Alabar, pemilik Emaar Property Dubai di Uni Emirates Arab itu ga suruh orang-orang Arab bikin rumah model Iglo di negeri mereka. Khan di Arab malah Kawasan Rawan Badai Angin plus Badai Pasir khan? Kayaknya rumah model Iglo lebih cocok di negeri mereka daripada di kawasan Prambanan yang dalam sejarah bencana, belum pernah terjadi badai dengan kecepatan 450 km/jam. Lucu ya? Jadi kebolak balik gini 😉

petani di areal Rumah Dome, Rumah Teletubbies

Yang pasti, pembangunan desa Dome ini bukan tanpa kontoversi lho. Awalnya warga banyak yang menolak. Dalam pemikiran warga “kalo memang pingin bantu, kenapa ga bantu bangunin rumah mereka yang ambruk ajah sich?”. Tapi pembuatan rumah Iglo terus berlanjut. Keukeuh di antara semua tanda tanya warga desa Nglepen yang ragu-ragu.

Akhir April 2007, desa Dome diresmikan. Meski semua bangunan Dome tersebut belum finish pembuatannya, tapi peresmian desa baru ini menunjukkan sebuah itikad baik. Apalagi iming-iming dari Pemerintah Sleman bahwa rumah-rumah tersebut gratis, menjadi pilihan yang jauh lebih baik daripada tinggal di bangunan lama yang sudah menjadi puing-puing.

Desa Dome yang baru telah berdiri, dinamai sesuai nama desa lama mereka tapi dengan sentuhan “barat”, nama desanya New Nglepen. Desa ini didirikan di atas tanah Kas Desa. Meski bukan tanah tersubur, tapi kontur tanahnya yang datar dan pemandangan perbukitan di sekitarnya, membuat tempat ini menjadi tempat yang sangat eksotis untuk di tinggali. Saya malah bergidik setelah berkeliling kampung dan melihat bangunan “berbeda” terselip di antara rumah Dome di atas tanah Kas Desa ini. Tanah Kas Desa yang di tinggali oleh beberapa orang dengan perjanjian yang tidak jelas biasanya menimbulkan masalah hukum di kemudian hari, ujar saya dalam hati sambil berdoa: “semoga semua baik-baik saja”.

Pada awalnya, ada sekitar 71 rumah dome, sebuah mushola, sebuah PAUD, 6 MCK dan poli desa. Akan tetapi, seiring waktu ternyata rumah dome ini melakukan “adaptasi”nya sendiri dengan lingkungan tropis.

Mushola Rumah Dome, Rumah Teletubbies

Jika kalian suatu waktu berkunjung ke desa Dome. Jangan terlalu membayangkan bahwa rumah Dome akan sangat mirip dengan rumah Iglo. Awalnya mungkin iya, tapi semakin ke sini, rumah-rumah ini mengalami banyak perubahan. Warga mulai menambah bangunan dengan membangun MCK pribadi, pintu dan kaca pun di desain makin mirip dengan pintu dan kaca seperti yang ada di rumah tropis umumnya, lengkap dengan genteng penahan angin dikala hujan.

Belum lagi, cuaca telah membuat dinding rumah Dome ini retak. Meski telah ditambal berulang-ulang, tapi retak ini selalu muncul lagi. Inilah salah satu faktor terpenting di negeri kita yang luput dari perhatian si pencetus ide: cuaca, udara, iklim, lingkungan. Si pencetus ide rumah Dome lupa bahwa negeri kita adalah negeri tropis!

Pengalaman saya setengah hari berteduh di rumah Dome membuat saya sadar kenapa si pemilik rumah bolak-balik masuk ke rumahnya. Ternyata rumahnya bocor! Itu sebabnya dia terus resah, si pemilik rumah memastikan bahwa sudah ada kain lap yang siap menyerap air hujan yang merembes masuk lewat dinding yang pecah-pecah tersebut. Sayangnya, meski saya diijinkan masuk ke dalam rumah, tapi saya tidak berani mengambil gambar kondisi di dalam rumah. Wong Jawa bilang “mesake”, saya ga tega jika kudu mendokumentasikan dan kemudian menunjukkan pada kalian gambarnya di blog ini. Gini-gini saya juga ber-perikemanusiaan lhooo. Lagipula saya ga bakal dapat Pulitzer dengan gambar tersebut 😉

Rumah dome yang tahan gempa ini jika di siang hari yang terik sangat nyaman semilir, tapi kondisi berbeda di malam hari, atap yang tidak terlalu tinggi malah membuat rumah Dome tergolong bangunan yang “sumuk”, itu sebabnya di buat cerobong agar ada sirkulasi. Saya malah berpikir berbeda, “Oh, pantas saja rumah Iglo bikin hangat. Ternyata begitu logikanya berjalan”. 😉

Mungkin yang tidak di sadari oleh si pencetus ide rumah Dome ini adalah bahwa negeri kita adalah negeri Tropis dengan segala kebiasaan yang kita miliki. Bangunan yang sama di negara lain bisa saja tahan lama, tapi di negeri tropis macam kita, cuaca adalah salah satu hal yang harus dikompromikan.

Banyak perbedaan jika membandingkan kondisi desa Dome dari awal hingga kini. Selain memang ada bangunan baru yang “sengaja” dibangun agar rumah Dome tambah luas, satu yang khas adalah selalu ada warung di hampir tiap rumah. Warung-warung ini menyediakan makanan ringan dan minuman penghangat dengan harga yang tidak mahal. Jika kalian datang pas hari Minggu dan beruntung, penjual minuman ringan ini berubah menjadi penjual lotek sehari. Huehehe 😉

Rumah Dome, Rumah Teletubbies
Rumah Dome, Rumah Teletubbies

Kebetulan pas saya datang beberapa waktu lalu (bukan di hari Minggu), desa ini sepi pengunjung. Jadi bisa mblusukkan menikmati pemandangan alam setelah hujan. Hampir di tiap halaman rumah Dome, pohon mangga, pohon jambu, dan pohon seri (pohon talok) sedang semarak berbuah. Infonya, pohon-pohon ini awalnya ditanam tanaman hias, semisal pohon palem. Tapi namanya juga warga desa, merasa lebih “berguna” kalo yang ditanam adalah pohon buah-buahan. Jadilah taman berubah jadi kebon 😉

Di beberapa rumah malah lengkap dengan kandang ayam dan kandang burung. Huehehe. Bisa ngebayangin ga, kalo suku Eskimo liat rumah Dome di desa New Nglepen ini. Mungkin ketawa cekikikan atau malah ndomblong liat rumah Iglo mereka berubah jadi rumah Telutubbies.

Nah, kalo kalian penasaran dengan cerita saya barusan dan pingin liat-liat rumah Dome ini. Monggo datang saja ke desa Sengir, Kelurahan Sumberharjo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman. Ingat, letaknya sekitar 3 km ke arah selatan dari Candi Prambanan. Kalo datang dari utara, lambat-lambat saja naek kendaraannya, ada plang desa Dome di kanan jalan, tapi papan arahnya menuju belok ke kiri. Nah, ikuti saja jalan aspal halusnya, pokoknya jangan lewat jalan aspal yang jelek. Kalo takut nyasar, jangan ragu-ragu bertanya pada warga local. Orang di sana baik-baik, jadi ga bakal menyesatkan. Duluuu, ada plang desa Dome di gapura desa, tapi sayangnya udah putus 😉

Rumah Dome, Rumah Teletubbies

Saran saya, datanglah ke desa Dome pas hari minggu. Selain ramai, warga local biasanya menyediakan penganan enak ala ndeso. Kalo diminta bayar retribusi atau uang parkir, ya bayar saja. Itung-itung bantu kas desa. Beberapa warga bahkan mau lho menemani trekking ke desa Nglepen (lama) melihat-lihat desa lama mereka yang menjadi korban gempa. Selain itu, mereka juga ga pernah menolak kalo kalian mau photo-photo di rumah mereka. Yang penting kalian bersikap sopan, pasti semua beres!

Gimana, tambah penasaran khan buat ke desa Dome, desa Teletubbies? Hihihi. Ayo ayo ayo 😉

This slideshow requires JavaScript.

Happy Travelling!

Tulisan Terbaru:

monggo silahkan nyinyir disini ;-)

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.