Jalan-jalan ke Lamongan, ada dua makanan yang menurut saya, menjadi cirri khas kota tersebut. Pertama, Soto Lamongan. Kedua, Wingko Babat.
Kalo makan soto Lamongan, pasti bukan hal yang baru ya? Tapi makan soto lamongan yang di suguhkan oleh pegawai Setda Lamongan, pasti pengalaman yang beda khan π
Cerita lucunya, pas lagi makan soto, saya sibuk nyari kecap. Penasaran ga nemu, saya pun tanya pada salah satu staf, βbu, kok ga ada kecapnya ya?β. Si ibu dengan santai menjawab, βkalo di sini, ga ada orang yang makan soto pake kecap, mbak?β. Oh, gitu ya? *mlipir* Kalo warung soto Lamongan di Jogja sedia kecap kok. *pasang tampang ga bersalah* ;-P

Selain soto, Lamongan terkenal dengan wingko-nya. Awalnya saya ga percaya, pas salah satu staf di Kantor Setda Lamongan cerita bahwa oleh-oleh khas dari Lamongan adalah wingko. Lho, wingko khan dari Semarang, sejak kapan pindah ke Lamongan? #gagalpaham
Setelah ngobrol ngalor ngidul dengan bagian Humas, sambil bisik-bisik di tengah rapat, saya pun mendapat wejangan sejarah wingko. Rupanya jika di runut sejarah, wingko memang berasal dari Lamongan. Itulah mengapa nama makanan yang terbuat dari ketan dan kelapa ini bernama Wingko Babat, karena wingko memang berasal dari desa Babat.

Cerita sejarah ini juga merupakan jawaban atas pertanyaan saya pas jaman KKN. Dulu, teman kuliah saya yang asli Bojonegoro, salah satu program KKNnya ngajarin penduduk di lokasi KKN membuat wingko babat. Saya tau-nya wingko babat ya dari Semarang. Yang bikin saya penasaran adalah kenapa namanya wingko babat. Kebayang di otak saya, babat yang dimaksud adalah daging yang berasal dari lambung sapi. Padahal kalo dilihat dari cara membuatnya, ga ada campuran babat pada wingko babat. Huehehe π Trus dari mana asal kata Babat?
Nah, perjalanan saya ke Lamongan kemaren, setidaknya menjelaskan perihal kebingungan saya tentang Babat. Babat merupakan kecamatan terbesar kedua di Kabupaten Lamongan. Pusat kota Babat terletak di persimpangan jalur antara Surabaya-Cepu dan Jombang-Tuban. Konon kabarnya di desa Babat ini memang banyak home industry wingko. Karena terletak di persimpangan, seiring waktu wingko menyebar ke tempat lain bersama orang-orang yang pernah singgah di desa Babat, tanpa menghilangkan nama aslinya yaitu wingko dari desa Babat (wingko babat).
Ada juga yang mengatakan bahwa penduduk Lamongan rata-rata adalah perantau. Barangkali, bersama merantaunya mereka ke daerah lain, keahlian membuat wingko-pun dibawa ke kota lain. Termasuk ke kota Semarang. Hanya saja, saya belum mendapatkan info yang jelas, sejak kapan Semarang meng-klaim wingko babat menjadi penganan khas dari kota Semarang. Kapan-kapan deh kita telisik soal ini π

Pada dasarnya, wingko babat Semarang hampir sama rasanya dengan wingko babat Lamongan, perbedaannya hanyalah jika wingko babat Semarang menggunakan santan untuk nguleni adonan tepung ketan dengan kelapa parut, sedangkan pada wingko babat Lamongan adonan tepung ketan dengan kelapa parut hanya diuleni dengan bantuan air hangat biasa.
Perbedaan kedua, wingko babat Lamongan biasanya juga memproduksi wingko yang ber-diameter besar. Bisa dibeli dengan ukuran besar tersebut atau membeli yang berukuran lebih kecil. Sedangkan wingko babat Semarang, memang dibuat dalam ukuran yang lebih kecil. Digigit dua kali langsung nyesss habis.
Saat ini, wingko babat lebih dimodifikasi rasanya, tidak hanya tersedia wingko babat rasa kelapa, tapi juga tersedia wingko babat rasa durian, nangka, coklat, pandan dan lain-lain. Untuk mendapatkannya pun, kalian tidak perlu ke Lamongan atau Semarang. Wingko Babat tersedia di banyak pusat oleh-oleh di Jogja.
Tapi, kalo kalian penasaran ingin tahu perbedaan rasa antara wingko babat Lamongan dengan wingko babat Semarang, monggo berkunjung ke kedua tempat tersebut untuk mencobanya sendiri π
Happy Culinary!
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak