Tak jauh dari Telaga Sarangan, ada obyek wisata lain berupa air terjun. Lokasinya di sebelah timur, tepat di sebrang penginapan kami.
Kebetulan, pagi-pagi sekali, saya janjian untuk mblusukkan ke air terjun ini. Begitu sholat subuh selesai, saya langsung menuju ke arah Air Terjun berbekal senter dan jaket.
Awalnya kami berjalan mengelilingi telaga, lalu mencari lokasi pintu masuknya Air Terjun yang berada di dekat sebuah monumen pesawat terbang.

Dari pintu masuk ini, kami berjalan sejauh 1,5km, kemudian menanjak di jalan tanah bebatuan sekitar 1 km. Jadi PP Hotel Merah ke Air Terjun Tirtosari sekitar 7km. Kebayang ga tuh, pegel-pegelnya kaki saya melewati semua cobaan itu 😉
Sekitar 500 meter sebelum sampai Air Terjun saya merasa kelelahan, apalagi kami memang tidak berbekal makanan dan minuman. Di hari yang se-pagi itu, bahkan petani saja belum berangkat ke sawah, tapi kami malah dah mblusukkan sampai ke sana.
Akhirnya, karena ingin cepat sampai di lokasi, sambil di seret oleh teman, tangan saya ditarik agar tidak berhenti kelelahan.
Jadi begitulah, akhirnya kami sampai di Air Terjun Tirtosari. Lokasinya merupakan tempat yang tertinggi di gunung tersebut. Jalan setapak menuju air terjun ini mudah dilewati karena jalannya tidak murni tanah tapi dibangun dengan tumpukan batu-batu.
Tentu saja, saya bicara seperti itu karena melewatinya di musim kemarau, ga kebayang kalo kudu melewatinya di musim hujan. Pasti sambil kepleset menuju air terjun. Tingkat kesulitannya bukan pada jauhnya rute, tapi pada kondisi jalan yang menanjak dan tingkat kemiringan bukit yang menguras tenaga.

Kabar baiknya, air terjun ini tetap memiliki debit yang tinggi meski di musim kemarau. Jadi, pengorbanan saya yang sedemikian besar, jalan kaki dari hotel ke air terjun, ga sia-sia!
Lokasi air terjun Tirtosari nampak kalo sudah dibangun sejak lama. Di sana sudah ada fasilitas anak tangga dari beton, sehingga menuju puncak Air Terjun mudah dicapai oleh setiap pengunjung.
Mitosnya sih, kalo kita cuci muka dengan air dari air terjun tersebut, kita bakal awet muda dan always cantik 😉
Temen saya sebenarnya pingin mandi di air terjun tersebut, dia ga tahan liat air yang sedemikian segernya. Tapi karena takut saya tinggal sendirian, dia memilih batal mandi. Serem euy, ditinggal di hutan sendirian!
Pulang dari air terjun, kami ketemu warga yang berangkat bekerja di sawah. Bahkan beberapa orang katanya pernah ke Sleman dalam rangka studi banding tentang pertanian. Wow!

Selama perjalanan pulang, kami bertemu banyak petani yang memanen wortel dan mencucinya di sungai. Iseng-iseng ngajak ngobrol, eh malah dapet kesempatan buat makan wortel dengan gratis. Hihihi. Kami memanfaatkan kesempatan banget ya?
Berhubung hari makin siang, kami pun buru-buru kembali ke hotel. Pekerjaan menunggu!
Happy Travelling 😉
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
ada track datarnya gak pit?
biar nanti bisa buat lari kita kita
ada, tapi seingetku ga luas
Mbak Pipit yg baik, mbok bikin trip bareng yuk….Saya mau ikut..he he….
ahahaha….. bisa bisa ;D
*masukkan ke waiting list*