Kata bapak, pas saya kecil, sekitar usia 3 tahun, saya sudah pernah diajak ke Kebun Binatang Ragunan. Tapi jujur, tak satupun ingatan yang lekat di memory saya. Hingga beberapa tahun yang lalu, dimasa saya sedang menempuh kuliah, seorang teman mengajak saya ke Ragunan. Sebenarnya tujuan utama bukan kebun binatang Ragunan, tapi tempat diklat prajab di daerah Ragunan. Berhubung tempat diklat nya sangat dekat dengan pintu masuk Kebun Binatang Ragunan, mampir ke kebun binatang menjadi acara yang tak terlewatkan 😉
Kebun Binatang yang terletak di daerah Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini adalah kebun binatang pertama yang ada di Indonesia. Hebat ya, yang pertama kali lhooo 😉 Didirikan tahun 1864 dengan nama Planten En Dierentuin, yang jika diterjemahkan berarti “Tanaman dan Kebun Binatang”.

Awalnya Ragunan terletak di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Didirikan diatas tanah seluas 10 hektar. Tanah ini merupakan tanah hibah dari seorang pelukis Jawa kesayangan Ratu Belanda, yaitu Raden Saleh. Tahun 1949, nama Planten En Dierentuin diubah menjadi Kebun Binatang Cikini.
Barulah sekitar tahun 1964, Kebun Binatang dipindahkan dari Cikini ke Ragunan dan diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta paling controversial, Ali Sadikin, pada tanggal 22 Juni 1966. Semenjak saat itu, Kebun Binatang Ragunan berkembang biak, bermula hanya menempati lahan seluas 30 hektar, hingga kini menempati lahan seluas 140 hektar. Penduduk Kebun Binatang pun semakin bertambah, kini Kebun Binatang Ragunan ditempati oleh 295 spesies dan 4040 spesimen.
Dibandingkan tempat lain, kebun binatang adalah salah satu tempat wisata yang sangat jarang saya kunjungi. Hanya beberapa kebun binatang yang pernah saya kunjungi, missal kebun binatang Surabaya, kebun binatang Gembiraloka Yogyakarta, dan kebun binatang Ragunan ini. Dulu pas SD pernah diajak ke Sukadana, ke tempat pelatihan gajah Way Kambas, Lampung. Tapi di Way Kambas, hanya ada gajah, jadi tidak bisa didefinisikan sebagai kebun binatang.
Tempat lain yang bisa saya bandingkan adalah Taman Safari Cisarua daan Taman Safari Prigen. Tapi rasanya kedua tempat ini kok juga ga bisa dibandingkan ya? Retribusi masuk Taman Safari itu 100ribu di hari kerja, ga bisa dibandingkan dengan retribusi masuk ke kebun binatang kayak Ragunan atau Gembiraloka yang cuman sekitar 4ribu per orang.
Bagaimana pun, semakin mahal retribusi tempat “binatang berkumpul” yang kita kunjungi, semakin terawat juga hewannya. Ini agak berbanding terbalik dengan konsep kebun binatang itu sendiri yang biasanya identik dengan pusat hiburan rakyat (baca: murah meriah).

Sepengetahuan saya, kebun binatang selalu ramai di akhir pekan. Bahkan bagi beberapa keluarga, pada saat libur lebaran atau musim liburan sekolah, kebun binatang menjadi salah satu tempat wajib buat menghabiskan hari. Di kebun binatang, para orang tua bisa mengenalkan anak-anaknya pada berbagai macam jenis hewan, anak-anak juga bisa bebas bermain dalam sebuah taman yang sangat luas. Sebuah taman bermain “lapang” yang jarang didapatkan di kota besar, khususnya seperti Jakarta. Dan semua bisa didapatkan dengan harga yang sangat murah. Orang tua mana yang tak suka, coba?
Bukan itu ajah, bagi pasangan muda mudi yang ga punya duit (banyak), kebun binatang jadi pilihan menarik lho buat menghabiskan hari. Kalian bisa tuh jalan kaki sambil gandengan tangan keliling kebun binatang seluas 140 hektar sampe gempor! Romantic khan 😉

Kekurangannya? Buat saya masuk ke kebun binatang laksana pergi ke kebun manusia. Jauh lebih banyak manusia-nya daripada hewan-nya. *bingung khan?* Sekalinya ketemu hewan, kok hewan-nya tampak sedih, murung, tak terurus, depresi, kesepian, dan “sakit”. Duh!
Kadang, saya malah merasa kebun binatang itu sebuah tempat yang sangat mengerikan buat hewan. Mengerikan tapi anehnya ramai dikunjungi. Mengerikan karena hewan-hewannya ga terurus dengan baik. Tapi kalo berharap hewannya diurus dengan baik, mereka bakal pindah ke Taman Safari. Kalo dah masuk Taman Safari, artinya retribusi yang mahal. Mana ada Taman Safari dengan tarif retribusi kebun binatang.
Kalo dah gitu, kemana mencari hiburan rakyat yang murah meriah tapi bisa menghabiskan waktu dan energy yang berlimpah ruah ini. Kemana pula mencari tempat pacaran yang deket, murah meriah, dan bikin kaki gempor buat mengelilinginya. Kemana lagi kami bisa belajar tentang hewan dan alam tanpa biaya yang mencekik dompet? Kemana lagi kami mesti mengadu?
Pilihan yang sulit, iya khan?
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak