Rada ketinggalan jaman nich. Saking sibuknya malah ga sempet upload photo tentang Biennale Jogja XI. Lebih katroknya lagi, baru ngeh kalo ini adalah Biennale XI. Padahal saya baru ngikutin ritual Biennale dua kali. Itu artinya pas Bienalle I – Bienalle IX saya belum lahir di Jogja, anggap saja begitu yach teman-teman :-P.

Biennale Jogja merupakan ajang pameran seni rupa dua tahunan yang diadakan sejak tahun 1988 di Yogyakarta. Dalam acara ini biasanya dipamerkan berbagai karya seni lukis, seni patung, dan seni rupa lainnya di berbagai lokasi di Yogyakarta.
Biennale Jogja XI dibuka dari tanggal 26 Nopember 2011 sampai 8 Januari 2012 dengan judul Equator #1 Shadow Lines: Indonesia Meets India. Kurator pameran ini adalah Alia Swastika (Indonesia) dan Suman Gopinath (India). Pameran ini menampilkan 40 seniman Indonesia dan India dengan fokus tema “Religiusitas, Spiritualitas dan Kepercayaan”.
Biennale XI bertempat di dua lokasi, yaitu di Jogja National Museum, Jl. Gampingan no. 1, Yogyakarta dan Taman Budaya, Jl. Sri Wedani no. 1, Yogyakarta.
Beberapa photo yang diupload disini diambil di #TBY, temanya adalah Kebudayaan India.
Saya pergi ke Biennale XI bersama Chandra, Rusma, dan Nurfah. Yah namanya juga doyan keluyuran, jadi ya kita ngasal ajah dolan. Ga searching apapun tentang Biennale XI. Agak kaget juga pas masuk #TBY ternyata temanya India banget. Jadi inget pak RT kita, Hotu, yang juga orang India. (huehe!)
Back to Biennale XI, pas masuk ke #TBY, saya bertanya-tanya pada diri sendiri? dari semua negara, kenapa harus India? Secara saya juga ga ngerti banget tentang India selain tentu saja pilemnya dan toko kain di sepanjang Malioboro dan Jalan Solo yang mayoritas penjualnya adalah wong India.
Aha, ternyata itulah kata kuncinya. India-Indonesia-Sejarah-Masa Lalu.
Kalo kita bicara tentang Kebudayaan Kuno, perpaduan Kebudayaan Sungai Indus dan Sungai Gangga akan membawa kita pada Kebudayaan baru yang kita kenal dengan Kebudayaan Hindustan. Sementara orang-orang Suku Arya menguasai India, suku Dravida yang asli India tersingkir ke India Selatan. Orang-orang Arya inilah yang mengenalkan pada kita sistem kasta –stratifikasi sosial– lewat para pedagang India juga-lah kita mengenal kebudayaan mereka dan kemudian ber-akulturasi dengan budaya kita. Huruf Sansekerta menjadi huruf awal (cikal bakal) yang dikenal pada Indonesia Kuno, setidaknya itu adalah huruf yang masih kita baca untuk mempelajari sejarah Indonesia Kuno sampai hari ini. Pengaruh tulisan ini juga berpengaruh terhadap bahasa kita. Banyak kata yang kita kenal hari ini merupakan hasil serapan dari bahasa Sansekerta.
Lewat pedagang India, kita mengenal Hindu dengan berbagai dewa-nya, politheisme. Kita juga mengenal Budha lewat mereka. Candi yang kita banggakan pun semua adalah pengaruh dari India. Apa yang kita sebut asli Indonesia, itu cuma punden berundak dari masa Megalithikum. Bahkan kisah Mahabarata dan Ramayana yang sangat mempengaruhi spiritualitas dan religiulitas bangsa Indonesia pun kita kenal dari orang-orang India.
Apakah itu saja? tentu tidak. Islam pun pada awalnya kita kenal lewat pedagang Gujarat, sebuah daerah di India. Pada saat India dijajah Inggris, misionaris mereka pun sampai juga ke Indonesia. Meski kita juga mengenal Katholik dan Kristen tak hanya dari Inggris, tapi juga lewat bangsa Spanyol, Portugis, dan Belanda.
Jika mempelajari sejarah Indonesia, kita juga akan menemukan banyak tempat yang dikenal sebagai kampung India. Selain itu, makanan India juga familier di lidah kita. Ini membuktikan kalo kita (Indonesia) ternyata memang sangat dekat dengan India, setidaknya hampir semua kebudayaan kita terpengaruh oleh mereka, meski kita tidak mengakui secara langsung.
Kebayangkan kalo tiba-tiba India mem-paten-kan Mahabarata dan Ramayana, mungkin Indonesia dan Thailand adalah negara yang paling panik, secara ke-2 negara tersebut yang paling banyak menggunakan cerita Mahabarata dan Ramayana dalam tiap pagelaran seninya.
Bicara India-Indonesia-Masa Kini.
Nah Biennale XI di #TBY bicara tentang India-Indonesia di masa kini. Bali dan Jawa meski tak sama benar adalah contoh dua suku besar di Indonesia yang sangat terpengaruh oleh budaya India. Bali dengan beberapa ritual Hindu nya dan bagaimana mereka menghormati sapi, adalah contoh nyata bagaimana budaya India masih hidup ditengah kita. Yoga dan para pendeta yang tampil dalam beberapa photo yang dipamerkan di Biennale mengingatkan kita pada beberapa adegan dalam pilem Eat, Pray, Love yang bersetting Italia, India, Bali.
Kitab Weda yang menggunakan bahasa Sansekerta juga mengingatkan kita pada miripnya antara aksara India dan aksara Jawa, juga aksara Thai. Jadi bukankah semua terpengaruh hal yang sama, yaitu India?
India yang kita kenal hari ini adalah sebuah negara dengan industri pilem terbesar di dunia. Bayangkan di Bollywood itu, dalam setahun rata-rata mereka bisa memproduksi lebih dari 300 pilem. Makanya pilem India yang identik dengan joget dan nyanyi itu terkenal banget sebagai salah satu icon dan sumber pendapatan devisa bagi negara India.
Masih inget khan Amitabh Bachchan, Sri Devi, Rekha, Mithun Chakraborty, Anil Kapoor, Sanjay Dutt, Shah Rukh Khan, Kajol, Aishwarya Rai, dan semua bintang-bintang India itu yang dulu pilemnya sering banget diputer di TPI, dipajang disepanjang dinding #TBY. Bahkan sampai ada pohon silsilah keluarga Kapoor (yang mayoritas anggota keluarganya adalah bintang pilem). Wuih masuk #TBY bener-bener kayak balik ke jaman dimana pilem India menguasai dunia perpileman Indonesia ;). Benar-benar merunut sejarah. Spektakuler bagi yang mampu mencerna. Tapi saya yakin bengong bagi yang ga ngerti. Huaha! Biennale memang penuh tebakan dan jebakan!
–to be continued–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
Owhhh,
Jadi itu ta yang melatarbelakangi bienalle kemarin ituh…
Yups, awalnya ku juga bertanya-tanya je, Ini kenapa kok temanya malah India bangettt bukan Indonesia begete gituhhh….
Lah nggak tahunya ini justru akarnya taa… otre otre, bisa ku pahami.
Nah yang ku masih bingung adalah event n moment-nya, kenapa justru di JNM Nggampingan kalo ku lihat lebih bagus dibanding di TBY yakk..? Apa kuwi alesane…?
nunggu schedule postingan Biennale XI #JNM wae kang =) besok wes dilaunching kok *dilarang ngintip saiki lho* *awas kuwe*
Wakakakaa…..
piye le ra ngintippp, ha aku weruh iki langsung di aproove komentare wae malah kaget owkk….
jebulnyaaaa…. hihi..
padhal isih ana sing nyanthol loro ta kuwii….? Spam hudu kuwii..?
Otre tak tunggu postingan berikutnya wis..
iku ben wae, males di approve, ra kenal kok!
Otre…
Sok silahkan,
ku cukup tahu diri untuk gak nyenggol2 yang bukan hak’ku owkk…
aku males approve komentar yang ga layak tayang kok, mbiyen malah tak delete, huaha =))