Setelah bosan main air di pantai Teluk Penyu, kami langsung memasuki Benteng Pendem. Menurut om wiki nama asli Benteng Pendem ini adalah Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap. Benteng ini dibangun secara bertahap selama 18 tahun sejak tahun 1861 – 1879 oleh Belanda.

Menurut cerita dari selebaran yang dibagikan, pas jaman pendudukan tentara Jepang, Benteng Pendem pernah dijadikan sebagai markas tentara. Trus jaman tentara Jepang kalah oleh Sekutu di akhir PD II, Benteng Pendem kembali dikuasai oleh tentara KNIL sampai tahun 1950.
Tahun 1952 sampai 1965, Benteng Pendem juga pernah dijadikan markas TNI pasukan Banteng Loreng, bahkan pernah juga dipakai tempat latihan pasukan RPKAD (Kopassus).

Setelah hampir sekitar 21 tahun terbengkalai dan tidak terurus, salah seorang warga Cilacap bernama Adi Wardoyo memberanikan diri menata dan menggali lingkungan benteng sejak tanggal 26 November 1986.
Pada saat benteng ini dipugar kembali, disekitar lokasi benteng telah dibangun dermaga, kantor dan tangki kilang minyak untuk Pertamina dan terkenal dengan sebutan Area 70. Kilang minyak milik Pertamina ini menggunakan lahan Benteng Pendem seluas 4 ha.
Nah sejak tanggal 28 April 1987 Benteng Pendem resmi dibuka untuk umum hingga saat ini.




Menelusuri Benteng Pendem, di bagian awal adalah bangunan barak yang menjadi tempat tinggal para prajurit Belanda. Satu kamar terdiri dari 40 – 50 orang dan tepat di depan bangunan barak ada tempat mandi para tentara.

Bagian tengah dari lokasi benteng, ada sebuah taman yang cukup luas. Ada beberapa ekor rusa hidup disana.
Selain itu terdapat ruang-ruang besar, semisal ruang klinik, ruang amunisi, ruang akomodasi, gudang peluru, ruang penjara yang dilengkapi ruang baca surat untuk para napi dengan penerangan obor.

Dibeberapa dinding benteng, kita bisa melihat lubang-lubang tempat meriam. Konon, meriam-meriam yang berada di terowongan Benteng Pendem ini telah dipindahkan ke Monumen Jogja Kembali di Jogja 😉


Dibagian lain dari lokasi benteng ada sebuah terowongan yang panjangnya sekitar 100 meter dengan tinggi sekitar 160 meter. Terowongan ini berbau pengap, gelap dan berlumut. Jika ingin menelusuri terowongan, biasanya sudah ada beberapa orang yang “standby” mau menjadi pemandu.
Sebelnya, sebelum kami masuk ke terowongan. Pemandu kami udah cerita yang aneh-aneh. Mulai dari terowongan tersebut adalah tempat penyiksaan para pribumi di masa penjajahan sampai acara uji nyali yang pernah diadakan di lokasi tersebut dan pesertanya gagal karena diganggu mahluk halus ;-( beuuuh, saya ogah banget masuk tuh terowongan!
Untuk menelusuri terowongan ini ada baiknya kalian mengangkat celana tinggi-tinggi, kebetulan pas kami datang air hampir setinggi betis. Menurut cerita dari pemandu, diujung terowongan ada sebuah goa jepang yang letaknya dibawah permukaan tanah. Selain goa, ada sebuah tempat penyiksaan para tawanan dengan dicelupkan ke dalam sebuah kubangan air sedalam 1 meter.
Jika memang tidak berminat menelusuri terowongan (seperti saya) bisa kok menunggu teman-teman yang menelusuri di ujung terowongan tanpa harus celana basah 😉
Keluar dari Benteng Pendem, maka kita akan mengunjungi lokasi wisata selanjutnya, yaitu Benteng Karang Bolong di Nusakambangan 😉
Tulisan Terbaru:
- Cinta Posesif
- Yogya dan Hari Lahir Pancasila
- Pancasila Agawe Guyub
- Perjamuan di Bawah Ketapang
- Mee Kolok
- Perjalanan
- 26 Juli
- Pasar Kangen Jogja
- Bubur Yoyong
- Kopi Jo Fermentasi
- Engkak Lampung