[Trip] Pantai Goa Lawang Watu Tepus Gunungkidul


Pas jalan-jalan ke pantai Poktunggal, iseng-iseng saya dan Dika menelusuri pantai menuju barat. Awalnya sich sekedar ngobrol saja tentang pekerjaan baru Dika sambil jalan kaki. Melihat air pantai yang surut, kami senang-senang saja naik turun karang sambil ngobrol.

Beberapa kali kami mengambil foto dan berbicara tentang tehnik mengambil gambar. Sambil meneruskan jalan, sambil terus bercerita. Aih kalo waktu itu ada orang lain yang mendengar percakapan kami, pasti akan ditertawakan. Kami terdengar kayak dua orang sok tau yang sedang bercakap-cakap. Huahaha 😉

Awalnya hanya ada batu karang dan ombak yang bergemuruh. Lama-lama kami menemukan pantai landai berpasir putih. Setelah diikuti, ternyata kami menemukan pantai lain. Wow!

Pantai Goa Lawang Watu Tepus
Pantai Goa Lawang Watu Tepus

Dika pun langsung mengeluarkan kamera, mengambil banyak foto dari berbagai sudut. Sedangkan saya langsung berlari ke arah para penjual makanan, yang tidak jauh dari pantai. “Maaf bu, ini pantai apa?” tanya saya. Dalam otak saya cuma ada dua kemungkinan, pertama ini adalah kepanjangan dari pantai Poktunggal, kedua ini adalah pantai Indrayanti. Tapi saya pikir lagi, pantai ini kok ga mirip pantai Indrayanti dalam ingatan saya ya?

Si penjual makanan yang saya tanya pun memberitahu kalo ini adalah pantai Goa Lawang Watu. Hah, apa? Goa Lawang Watu? Lha goa-nya mana, tanya saya sambil clingak clinguk melihat sekeliling.

“Tidak ada goa mbak, cuma ada batu yang bentuknya seperti Lawang (pintu)”. Nah lho?

Saya dan Dika langsung menuju lokasi yang ditunjuk si ibu penjual makanan. Mencari Lawang Watu. Ternyata benar. Disana ada sebuah batu karang tinggi yang nampak serupa di kanan kiri, sehingga mirip seperti pintu pada bangunan rumah jawa. Setelah itu kita bisa menyusuri batu-batu karang ini sambil menikmati keindahan garis-garis alami yang membentuk motif tertentu.

Dari si ibu penjual makanan tersebut, sebelumnya saya sempat diceritakan tentang kepercayaan warga sekitar bahwa lokasi pantai Goa Lawang Watu ini adalah petilasan dari Raja Brawijaya. Ah namanya juga mitos. Saya sich antara percaya atau tidak. Jauh sebelumnya, saya pernah penelitian PKM tentang mitos yang beredar di Gunungkidul, rasanya baru kali ini dengar ada petilasan Brawijaya di pantai Goa Lawang Watu. Belum pernah denger sebelumnya. Tapi biar sajalah, nampaknya mitos tertentu memang perlu kok dihidupkan buat menjaga kelestarian sebuah tempat.

Kelebihan Pantai Goa Lawang Watu, karena belum terlalu popular, maka pantai ini masih sepi. Di daerah Gunungkidul, pantai yang sepi kadang ber-idiom dengan pantai yang bersih. Pantai yang bersih, buat saya, artinya adalah pantai yang apik 😉

Dari pantai Goa Lawang Watu, jika disusuri ke arah barat maka kalian akan menemukan pantai Indrayanti yang tersohor itu. Yap, pantai Goa Lawang Watu memang bersebelahan dengan pantai Indrayanti. Meski begitu, nasib menentukan berbeda. Jika pantai Indrayanti sangat ramai maka pantai Goa Lawang Watu sebaliknya.

Kekurangan dari pantai Goa Lawang Watu adalah pantai ini termasuk ke dalam salah satu pantai yang telah ditarik retribusi. Tapi itu hanya terjadi jika kalian datang ke pantai ini melewati akses jalan yang dimiliki pantai Indrayanti. Kalo mau gratis, tiru saya donk! Susuri pantai ini dari pantai Poktunggal. Huahaha 😉 #ngirit.com

Waktu itu sempat lho saya ditantang si ibu penjual makanan, untuk menyusuri pantai ke barat hingga ke pantai Indrayanti. “Ayooo mbak, berani ga?” Saya pun nyerah. Ga dech bu. Makasih. Saya sich kuat jalan kaki hingga ke pantai Indrayanti, tapi saya ga kuat mbayangin kudu jalan kaki balik susuri pantai hingga ke pantai Poktunggal. Waduh bisa pingsan saya di pinggir pantai.

Saya dan Dika pun sempat berseloroh, kecuali teman kami yang satu lagi (si maztrie) bersedia membawa tiga motor kami dari pantai Poktunggal hingga ke pantai Indrayanti, kami siyap menerima tantangan! Huahaha 😉 kami pun langsung mlipir tancap gas balik ke pantai Poktunggal, takut mendapatkan tantangan yang lebih ganas!

Setelah jalan sampai ngos-ngos-an balik ke pantai Poktunggal, kami pun baru sadar kalo ternyata maztrie yang kami minta nungguin barang-barang di bawah batang pandan laut sudah lenyap entah kemana. Wooo ternyata barang-barang kami ga ada yang nungguin. Cuma ada mas pemilik sewa payung yang cengar cengir di dekat situ. Huft untung masih tinggal di Gunungkidul, masih aman. Ga kebayang kalo itu di Jakarta, pasti barang-barang kami sudah lenyap semua!

This slideshow requires JavaScript.

Alhasil, perjalanan waktu itu, seperti peribahasa “sekali merengkuh dayung dua tiga pulau terlampaui”, yang artinya sekali datang ke pantai, dua tiga pantai disusuri. Hihihi 😉

Selamat Berpetualang!

Tulisan Terbaru:

Advertisement