
Judul: Kembang Ilalang di Musim Hujan
Penulis: Soemarso SR
Penerbit: PT Balai Pustaka
Tahun: 2003
Hlm: 321
ISBN: 979-690-110-2
Buku yang berlatarbelakang kehidupan desa pasca G30 S PKI ini bercerita tentang sisa-sisa gerakan tersebut yang mencoba bangkit melawan kekuasaan yang ada. Melalui organisasi tanpa bentuk yang disebut committee proyek. Dengan intrik, sabotase dan tentunya suap.
Novel ini bersetting kehidupan desa awal tahun 70-an. Belum ada jalan aspal, listrik, atau jamahan kehidupan modern yang lain. Namun, pamrih, kekuasaan dan intrik ternyata tak mengenal desa atau kota. Juga keyakinan, paham dan ideologi. Kembang ilalang bercerita tentang kekuasaan. Proses pencapaian, pelaksanaan, konsep yang dianut serta intrik yang menghadang. Namun, lebih daripada itu, novel ini bercerita tentang tokoh utama, Indras, dalam menemukan identitas pribadinya. Juga belitan cinta segi enamnya dengan Iis, Titik, Pak Baskoro, Marijo, dan Pak Carik. Masing-masing memakai topeng untuk menyembunyikan maksud sebenarnya.
Ilalang adalah tumbuhan yang tak dikehendaki orang, tetapi hanya ilalang yang mampu bertahan dalam kekeringan. Tanpa kemanjaan. Sementara tumbuhan lain telah mati atau meranggas, ilalang sanggup menahan terpaan hawa panas yang berkobar di musim kemarau panjang. Hamparan bunga ilalang di saat kerontang adalah cerminan kekukuhan, ketekunan, kesederhanaan, dan kemurnian. Indras adalah ilalang.
Buku ini saya temukan tergeletak di salah satu toko buku langganan. Jika suatu waktu anda melihatnya, saya yakin pendapat anda pun akan sama dengan saya, buku ini tidak menarik pada pandangan pertama. Bukunya khas Balai Pustaka, kurang apik dikemas, dengan sampul yang membosankan, padahal cerita dibuku ini begitu apik. Apalagi novel ini ber-setting sejarah, salah satu jalinan cerita yang saya sukai.
Novel yang dibagi dalam lima episode ini –-yang judul-judulnya diambil dari lakon-lakon pewayangan– menunjukkan kalau si penulis amat menyukai dunia pewayangan, dan akrab dengannya. Kerennya lagi, sekapur sirih buku ini ditulis oleh Taufiq Ismail. Jadi, bukankah itu artinya buku ini termasuk dalam definisi “sangat layak baca” bagi anda penyuka novel sejarah?
–Selamat Membaca–
Tulisan Terbaru:
- Saya Belajar Menulis (Lagi)
- Menghirup Wangi Kopi Maison Daruma Roastery
- Tidak Hanya Sukses, Balkonjazz Festival 2019 Membuka Mata Dunia Keberadaan Balkondes
- Rainforest World Music Festival 2019 Hadir Lagi!
- 360 Dome Theatre, Destinasi Wisata Instagramable sekaligus Edukasi di Jogja
- Hipnotis Madihin dan Baju Berkulit Kayu di Festival Wisata Budaya Pasar Terapung 2018
- Menyusuri Romantisme Venesia dari Timur
- The Kingdom of Balkanopolis di panggung Rainforest World Music Festival 2018
- Gelombang Dahsyat At Adau di Rainforest World Music Festival Kuching 2018
- Semerbak Wangi Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak
- Merayakan Musik di Rainforest World Music Festival Kuching Sarawak