Tadabburan bersama Cak Nun dan Kiai Kanjeng di Dusun Sempu, Wonokerto, Turi, Sleman.
Menurut Cak Nun, kalimat Thoyibah itu laksana pohon, yg akarnya menancap dan daunnya menjulang.
Kalimat Thoyibah satu orang dengan yg lain tentu berbeda. Karena tidak terpaku pada kata itu sendiri. Maknanya lebih luas dari arti kata tsb.
Bisa saja terdengar kasar di satu telinga, karena tentu ini kalimat yg dikeluarkan dari kedekatan hati, yaitu cinta.
Dan cinta, dia tak bisa diukur dengan materi, tidak juga dgn logika manusia biasa.
Kalimat thoyibah bisa berupa apa saja, bahkan kata “asu” atau “gentho”. Kalimat thoyibah bukanlah suatu kata pura-pura yg terdengar manis di telinga tapi penuh kepura-puraan di hati.
Seperti pohon, kalimat tsb memiliki akar yg menghujam ke dada masing-masing individu. Bahasa yg hanya dimengerti oleh sepasang anak manusia melampaui akal.
Dan laksana pohon pula lah, daun yg menjulang terdengar begitu mendekatkan. Tak ada kepura-puraan disana.
Dan kau hanya perlu mendengar hatimu, tanpa perlu pusing menerjemahkan maknanya.
yang tersisa dari semalam
View on Path