Icarus dan Langit Biru


Selamat Pagi, Langit Biru.

Kita jumpa lagi. 👋

Setiap melihat langit dan gumpalan awan, saya mengingat kisah Icarus putra Daedalus.

Icarus, demi keluar dari labirin yg dibangun ayahnya untuk memenjarakan Minotaur, dia membuat sepasang sayap dari bulu dan lilin.

“Kita akan belajar terbang, nak”, kata Daedalus.

Tapi belajar terbang tak pernah mudah.

Kau tak boleh terbang terlalu rendah dekat dengan laut, karena kau butuh angin untuk menggerakkan sayapmu. Kau juga tak boleh terbang terlalu tinggi dekat dengan matahari, karena matahari akan melelehkan sayapmu yg terbuat dari lilin.

Icarus mengangguk, mengingat pesan ayahnya.

Tapi, sekali lagi, belajar terbang tak pernah mudah.

Dari atas langit, Icarus melihat hal-hal menakjubkan. Hal-hal ajaib, yang bahkan selama ini tak pernah dia bayangkan.

Icarus melihat birunya langit bercampur orange matahari pagi, gumpalan awan laksana kapas di kasur tidurnya, puncak gunung begitu dekat dengannya, laut yg menakjubkan bagai permadani, istana-istana terbaik, jalan-jalan kota terbaik, orang-orang dibawah yg begitu kecil dan melambai-lambaikan tangan padanya.

Icarus melihat hal-hal menakjubkan. Hal-hal ajaib, yang bahkan selama ini tak pernah dia bayangkan sebelumnya.

Icarus terbang lebih tinggi lagi. Terus ke atas. Mendekati batas langit yg dia bisa. Menyentuh batas tertingginya.

Dan Icarus abai.

Icarus melupakan pesan ayahnya, “kau tak boleh terbang terlalu tinggi, nak. Matahari akan melelehkan lilin di sayapmu”.

Perlahan tapi pasti. Icarus terbang tinggi.

Perlahan tapi pasti. Matahari melelehkan lilin pada sepasang sayapnya.

Bulu-bulu pada sepasang sayapnya lepas. Lilin yang melekatkannya meleleh karena panas matahari.

Icarus pun meluncur, sayapnya patah, jatuh ke dalam lautan di bawahnya. Icarus mati.

Begitulah, kisah ini didongengkan oleh leluhur kita. Turun temurun. Kisah Icarus yang belajar terbang.

Ada masa kita terlalu takut terbang tinggi. Tak boleh bermimpi terlalu tinggi. Karena orang tua kita takut, kita akan menjadi Icarus.

“Kau harus belajar dari masa lalu, Nak. Belajar dari Icarus”.

Kita belajar untuk tidak bermimpi terlalu tinggi. Karena kita takut jatuh dan hati kita patah.

Kita, anak muda, menerjemahkan kisah Icarus dalam kacamata berbeda. Bahwa kisah Icarus mengajarkan pada kita: “Icarus memang jatuh. Tapi setidaknya, dia pernah terbang dengan sayapnya sendiri. Melihat hal-hal menakjubkan yg tak pernah terbayangkan oleh orang lain sebelumnya. Menulis kisahnya sendiri”.

Barangkali, benar seperti kata Soekarno. “Bermimpilah setinggi langit. Karena jika kau jatuh, kau akan jatuh di antara bintang-bintang”.

Jatuh adalah jatuh. Terbang adalah terbang.

Kita menerjemahkan ulang kisah ini, bahwa Icarus pernah terbang. Icarus berani bermimpi: terbang. Icarus pemberani. Dia berani.

Keberanian, tidak diajarkan di sekolah dan kampus. Keberanian diajarkan oleh kehidupan.

Itu yang membedakan dirimu dengan yang lain: berani.

Jadi, beranikah kamu menjadi Icarus?

View on Path

Advertisement