Burung Manguni dan Brigade 999


pacarkecilku.jpgBeberapa hari yang lalu, saya menerima tamu dari Minahasa. Tamu saya kali ini cukup banyak, masih muda dan cantik-cantik. Kecantikan khas Sulawesi Utara.

Ada yg menarik, saya mendapat oleh-oleh berupa makanan dan plakat bersimbol Burung Hantu. Tamu saya menyebut burung tsb Burung Manguni.

Tamu saya bercerita, dalam Legenda leluhur Minahasa, Burung Manguni adalah salah satu ciptaan Roh Tertinggi, Opo Empung Wananatas, yaitu Opo yg menguasai langit dan bumi.

Opo Empung Wananatas menugaskan kepada Burung Manguni untuk menjaga keselamatan keturunan Toar-Lumimuut, berjaga di malam hari, tidak boleh tidur dan memiliki kemampuan bersiul dgn nada berbeda untuk memberitahu manusia untuk tanda bahaya ataupun aman.

Saya membayangkan kisah ini seperti cerita-cerita dalam Legenda Tiongkok, dimana ada Dewa Langit dan Naga yg menjaga dunia.

Ada hal yg menarik tentang Burung Hantu. Pada saat “bertugas”, Burung Hantu bertengger membelakangi arah datangnya berita, jika kabar baik maka ia akan bersiul syahdu, dan apabila ada bahaya suaranya tergesa-gesa lemah seakan berbisik.

Dalam bbrp suku, siulan si burung hantu ini dijadikan semacam pertanda alam.

Pertanda akan kemenangan mutlak bila si burung hantu bersiul nyaring mengalun dan dilakukan berturut 3 kali 9 (telu makasiou).

Konon, Jan Timbuleng, memberi nama pasukannya dgn nama Brigade 999 atau Triple Nine, atas dasar pemikiran ini.

Siapakah Jan Timbuleng? Jan adalah lelaki yg memimpin Pasukan Pembela Keadilan di Sulawesi Utara. Sekitar akhir Maret 1958, pasukannya bergabung dengan Permesta.

Bukan hanya pasukan Jan Timbuleng yg bergabung untuk melawan Pemerintah Pusat, ada pasukan lain, Sambar Njawa, dibawah pimpinan sepasang suami istri Daan dan Len Karamoy. Mereka bergabung dalam sebuah operasi yg terkenal dgn nama Operasi Djakarta.

Sebuah rencana untuk merebut kembali Palu/Donggala, menduduki Balikpapan, Bali, Pontianak, dan terakhir adalah Jakarta.

Tujuan Operasi ini adalah agar Pemerintah Pusat mau berunding dgn PRRI.

Kisah penyerangan Permesta di Sulawesi didominasi oleh pertempuran udara. AURI pun mengakui keunggulan pertahanan udara Permesta yg konon, termasuk yg paling tersulit selama melakukan operasi militer.

Saya membayangkan saat itu Sulawesi Utara masih dipenuhi hutan dan pasukan gerilya. Sebuah ide untuk menaklukan ibukota dari wilayah pedalaman. Tapi, itu dulu.

Kembali lagi bicara ttg simbol Burung Manguni. Dibawah Burung Manguni terdapat slogan “I Yayat U Santi”, berasal dari bahasa Tombulu Tua, yg secara harafiah artinya “acungkan pedang parang”.

Dalam konteks saat ini, slogan ini lebih tepat diartikan sebagai motto “siap berjuang untuk pembangunan”.

Legenda Burung Manguni ini membuat saya dan tamu kembali lagi tersenyum.

Menurutmu apakah generasi muda Minahasa sudah siap lagi ke era dulu, era dimana kita, para putera daerah, bermimpi untuk menaklukan Jakarta? Mewujudkan Operasi Djakarta jilid II?

Kami pun tertawa.

View on Path

Advertisement