aku mencintai-Mu, bagai si kembang purau
yang bermekaran di halaman depan rumah ibuku.
yang berwarna kuning dalam pelukan kabut pekat
yang berganti jingga kala mentari membakar hangat.
saat sore tiba, akulah si kembang purau,
yang disulut agni semerah raga senja dalam ranumnya gairahku.
sebelum akhirnya angin menggugurkan satu per satu bunga-bunga cintaku
maka akulah si kembang purau, yang layu
meluruh dan rasuk dalam akar-akar pohon-Mu.
dan bila pada masaku, aku tetap ingin terlahir kembali
menjadi kembang-kembang purau baru,
yang akan terus menerus mencintai-Mu,
dengan cara yang (mungkin) tak Kau mengerti.
Jogja, Februari 2011